Selasa, 20 Desember 2011

INOVASI DALAM ORGANISASI

A. Pengertian Organisasi
Organisasi adalah suatu sistem yang stabil, yang merupakan perwujudan kerja sama antara individu-individu untuk mencapai tujuan bersama, dengan mengadakan jenjang dan pembagian tugas tertentu. Orang membuat organisasi dengan maksud agar dapat mengerjakan tugas rutin dalam keadaan yang stabil
(mantap). Kondisi yang stabil akan menimbulkan efisiensi kerja. Kestabilan organisasi kan mencapai jika organisasi memenuhi beberapa persyaratan anatar lain:
1. Memeliki tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Dengan rumusan tujuan yang jelas akan emmpermudah untuk menentukan struktur dan fungsi organisai tersebut. Misalnya tujuan yang akan dicapai organisasi itu bidang politik maka tentu struktur dan fungsinya akan berbeda degan organisasi yang tujuannya bidang kesenian atau bidang polotik.
2. Memeiliki tugas yang jelas. Tugas yang akan dikerjakan oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuan harus dibagi-bagikan kepada anggotanay dengan cara menentukan posisi, dan pembagian tugas yang jelas.
3. Memiliki kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak semua posisi memilki kewenangan yang sama. Dalam organisasi formal harus ada kejelasan perbedaan wewenang posisi yang satu dengan yang lain.
4. Memiliki aturan dasar (umum) dan aturan khusus. Sering juga terkenal dengan istilah memeilki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Aturan dasar yang menjelaskan pokok-pokok aturan organisasi misalnya tujuannya, syarat menjadi anggota, susunan kepengurusan, pokok usaha atau kegiatan yang dilakukan. Sedangkan aturan khusus sebagai jabaran atauran umum membuat perincian kegiatan serta melakukan kegiatan . misalnya mengatur tentang rapat atau pertemuan yang harus diadakan, cara pembentukan pengurus, syarat-syarat kepengurusan dan sebagainya.
5. Pola hubungan informal. Setiap organisasi formal tentu akan memilki karakteristik tersendiri yang ditandai dengan adanya berbagai macam cirri hubungan informal berdasarkan norma dan hubungan social antar anggota-anggotanya.


B. Kepekaan Organisasi Terhadap Inovasi
Pada mulanya penelitian difusi inovasi pada sasaran individual seperti petani, warga masyarakat dan sebagainya. Tetapi kemudian ketika pola penelitian ini dikembangkan untuk meneliti dokter dirumah sakit, guru disekolah, maka muncul pemikiran bahwa anggota dari suatu organisasi. Maka mulai tahun 1960 diadakan penelitian tentang difusi inovasi dengan sasran organisasi. Di antara hasil penelitian itu mengemukakan adanya kepekaan organisasi terhadap inovasi, artinya organisasi yang bagaimana yang lebih peka terhadap inoavsi (lebih cepat menerima inovasi).
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi kepekaasn organisasi terhadap inovasi, yaitu :
1. Ukuran suatu organisasi. Makin besar ukuran suatu organisasi makin cepat menerima inovasi. Makin besar ukuran organisasi makin cepat menerima inovasi.
2. Karakteristik struktur organisasi dengan dimensi-dimensi; sentralisasi, kompleksitas, formalitas, dan keterbukaan.
a. Sentralisasi. Artinya kewenangan dan kekuasaan dalam organisasi dikendalikan oleh beberapa orang tertentu. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
b. Kompleksitas. Artinya suatu organisasi terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dan pengetahuan yang tinggi. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
c. Formalitas. Artinya organisasi ini selalu menekankan pada prosedur dan aturan-aturan baku dalam berogranisasi. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
d. Keakraban hubungan antar anggota. Hal ini juga jelas mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
e. Kelenturan organisasi. Artinya sejauh mana organisasi mau menerima sumber dari luar yang tidak ada kaitannya secara formal. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
3. Karakteristik perorangan (pemimpin). Ketika seorang pemimpin memiliki sikap yang terbuka terhadap inovasi maka semakin cepat organisasi itu menerima inovasi.
4. Karakteristik eksternal organisasi. Hal ini berkaitan dengan sistem yang di anut oleh organisasi. Apabila organisasi tersebut menganut sistem terbuka dalam arti mau menerima pengaruh dari luar sistem, maka organisasi tersebut akan cepat menerima inovasi.

C. Keputusan Inovasi Dalam Organisasi
Pengambilan keputusn dalam organisasi mmegang peranan yang sangat penting karena dampak dari keputusan itu akan mempunyai pengaruh yang sangat besar artinya bagi organisasi. Dengan pengambilan keputusan yang tepat dapat memajukan organisasi atau sebaliknya karena kesalahan mengambil keputusan justru dapat merugikan organisasi. Pengambilan keputusan dalam organisasi misalnya untuk memeutuskan untuk menerima atau menolak suatu inovasi, memutuskan metode apa yang tepat untuk menrapkan inovasi dan sebagainya.
Ada perbedaan antara pengambilan keputusan inovasi dan pengambilan keputusan yang bukan inovasi. Pada umumnya pengambilan keputusan bukan inovasi melalui 4 langkah, yaitu:
1. Tersedia berbagai alternative tantangan kegiatan yang harus dilakukan atau berbagai tindakan yang harus diambil
2. Tersedia serangkaian konsekuensi dari setiap altyernatif kegiatan atau tindakan yang akan diambil atau dipilih
3. Menyusun urutan atau rangking konsekuensi dari setiap alternatif berdasarkan kemanfaatannya bagi organisasi
4. Memilih salah satu alternatif yang paling menguntungkan dan paling mudah dilaksanakan (memutuskan menentukan satu pilihan).

Dalam proses keputusan tersebut para pembuat keputusan sudah memahami berbagai alternatif dengan segala konsekuensinya, tinggal pertimbangannya mana yang paling tepat untuk dipilih dengan dasar dapat dilaksanakn dan menguntungkan bagi organisasi.
Keputusan inovasi berbeda dengan pola tersebut, karena pada saat akan mengambil keputusan para pengembilan keputusan dihadapkan pada berbagai kemungkinan. Mungkin mereka (para pengambil keputusan), telah mengetahui dengan pasti tentang inovasi yang dihaapi. Segala informasi telah diketahi. Tetapi hal ini jarang terjadi karena yang dikatakan inovasi ialah suatu yang dirasakan atau diamati baru bagi seseoarang. Mungkin mereka dalam kondisi berani untuk mengambil resiko terhadap inovasi. Artinya mereka telah mengetahui dengan jelas segala kemungkinan yang akan terjadi dengan berbagai alternative, tetapi belum mencoba. Sehingga harus berani mengambil resiko. Kemungkinan yang terakhir dan banyak terjadi dalam pengambilan keputusan inovasi ialah mereka dalam kondisi serba belum pasti terhadap inovasi. Dengan serba belum pasti maka tidak mengetahui apa resiko yang akan diambil jika mereka menerima inovasi atau menolak inovasi. Untuk menghilangkan kondisi ketidak tentuan maka mereka harus mencari infromasi tentanga apa, mengapa, bagaimana inovasi yang dihadapi.
Dalam organisasi yang mendorong atau merangsang adanya inovasi ialah terjadinya kesenjangan penampilan (performance gaps). Kesenjangan penampilan terjadi dalam organisasi jika ada perbedaan antara apa yang ditampilkan oleh organisasi (apa yang Nampak diperbuat oleh organisasi) dengan apa yang menurut pengambil keputusan harus terjadi (seharusnya terjadi). Misalnya apa yang dihasilkan organisasi (perusahaan) sehari hanya seratus potong barang, padahal menurut pengambil keputusan (pimpinan) seharusnya sehari dua ratus potong barang. Maka dikatakan tyerjadi kesenjangan pimpinan. Untuk mengatasinya perlu dicari cara-cara baru atau inovasi.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kesenjangan penampilan ini, yaitu :
1. Apabila penentuan kriteria keberhasilan penampilan suatu organisasi tidak tepat.
2. Apabila suatu organisasi ingin meningkatkan kualitas penampilannya
3. Apabila terjadi perubahan intern organisasi :
a. Adanya pemimpin atau pejabat baru yang membawa aturan dan harapan baru, tentu akan menimbulkan kesenjangan penmapilan
b. Perubahan teknologi.
4. Apabila terjadi perubahan di luar organisasi (faktor lingkungan).
a. Permintaan kebutuhan atau layanan dari masyarakat berubah.
b. Terjadinya perubahan karena teknologi varu yang digunakan secara luas.
c. Terjadi perubahan organisasi sebagai dampak dari kerja sama dengan unit luar organisasi.

Tipe-Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Dalam Organisasi
Ada dua tipe pengambilan keputusan inovasi yang sering digunakan dalam organisasi, perbedaannya adalah sejauh mana anggota organisasi dapat ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, kedua tipe itu ialah :
1. Keputusan Otoritas
Keputusan otoritas dibuat oleh seorang atau sekelompok kecil orang-orang yang sering disebut juga sebagai “kelompok dominan” dalam suatu organisasi. Dalam hal ini keputusan untuk menolak atau menerima inovasi dipaksakan kepada anggota organisasi oleh para petinggi organisasi. Ada dua macam keputusan otoritas yang sering dgunakan dalam organisasi formal yaitu :
a. Keputusan otoritas dengan partisipasi anggota organisasi (pendekatan partisipatif).
Rogers dan Soemaker (1971) membuat hipotesa bahwa kecepatan penerimaan inovasi lebih cepat dengan menggunakan pendekatan otoritatif.
b. Keputusan otoritas tanpa partisipasi anggota organisasi (pendekatan otoritatif).
Zaltman, Duncan dan Holbek (1973) mengemukakan bahwa perubahan yang disebarkan dengan menggunakan pendekatan otoritatif banyak yang tidak berkelanjutan daripada perubahan yang disebarkan menggunakan pendekatan partisipatif.
Keputusan otoritas biasanya dipandang lebih efisien karena urutan pentahapan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.

2. Keputusan Kolektif
Rogers dan Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan kolektif sebagai suatu cara yang digunakan para anggota sistem sosial untuk menerima atau menolak inovasi dengan kesepakatan bersama dan semua anggota harus menerima keputusan yang telah dibuat bersama tersebut. Keputusan kolektif biasanya digunakan oleh organisasi yang dibentuk secara suka rela, misalnya organisasi kesenian atau olahraga.
Menurut Schein, ada dua hal yang menghambat dilaksanakannya pengambilan keputusan, yaitu :
a. Anggota minoritas sering merasa tidak cukup waktu pada saat mendiskusikan hal yang diputuskan itu, sehingga mereka belum memahami secara mendalam.
b. Kelompok minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan suara itu terjadi dua kelompok yang bersaing, saat ini mereka kalah dan mereka akan menunggu kesempatan untuk berjuang mendapatkan kemenangan pada pemungutan suara di waktu yang akan datang.

Tipe keputusan kolektif dapat memberikan fasilitas proses inovasi dalam beberapa cara, antara lain :
a. Terjadi mekanisme umpan balik secara internal.
b. Setiap anggota mendapat kesempatan untuk dapat memahami akan kebutuhan inovasi.
c. Memberikan kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi.
d. Meningkatnya kerja sama antar anggota dalam proses keputusan inovasi juga akan mempengaruhi kelancaran implementasi.
Proses keputusan inovasi secara kolektif sangat tepat digunakan dan akan efektif apabila partisipan (anggota organisasi) merasa bahwa :
a. Inovasi ditempatnya bekerja relevan dengan keperluannya.
b. Mereka memiliki kemampuan untuk memulai dan menerapkan inovasi.
c. Mereka mempunyai kewenangan untuk menggunakan inovasi.
Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka kombinasi antara tipe keputusan kolektif dan otoritas lebih tepat digunakan.




D. Proses Inovasi Dalam Organisasi
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai dari sadar atau tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat tentu terjadi prubahan. Beberapa lama waktu yang dipergunakan selama prose situ berlangsung akan berbeda antara orang atau organisasi satu dengan yang lain tergantung pada kepekaan orang atau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi atau berlangsung akan selalu terjadi prubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam mempelajari proses inovasi, para ahli menggunakan berbagai model untuk mengidentifikasi kegiatan apa saja yang dilakukan oleh individu ataupun organisasi selama proses itu berlangsung. Berikut contoh model proses inovasi yang berorientasi pada individual dan organisasi :
Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi Pada Individual
1. Lavidger & Stiener (1961) 2. Roger (1962)
Menyadari Menyadari
Mengetahui Menaruh Perhatian
Menyukai Menilai
Memilih Mencoba
Mempercayai Menerima (Adoption)
Membeli
2. Colley (1961) 4. Robertson (1971)
Belum menyadari Persepsi tentang masalah
Menyadari Menyadari
Memahami Memhami
Mempercayai Menyikapi
Mengambil tindakan Mengesahkan
Mencoba
Menerima (Adoption)
Disonasi
5. Rogers & Shoemaker (1971)
Pengetahuan
Persuasi (sikap)
Kebutuhan
Menerima menolak

Konfirmasi
6. Klonglan & Coward (1970)
Menyadari
Informasi
Evaluasi Menolak Simbolik
Menerima simbolik
Mencoba prcobaan ditolak
Percobaan diterima
Menggunakan

7. Zaltman & Brooker (1971)
Persepsi
Motivasi
Menyikapi
Ligitimasi
Mencoba
Evaluasi
Menolak Menerima

Resolusi


Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi Pada Organiasi

1. Milo (1971)
a. Konseptualisasi
b. Tentaif adopsi
c. Penerimaan Sumber
d. Implemntasi
e. Institusionalisasi
2. Shapes (1967)
a. Penemuan Ide
b. Adopsi
c. Implemntasi
3. Hage & Aiken (1970)
a. Evaluasi
b. Inisiasi
c. Implemntasi
d. Routinisasi
4. Wilson (1966)
a. Konsepsi perubahan
b. Pengusulan perubahan
c. Adopsi dan implementasi


5. Zeltman, Duncan & Holpbek (1973)
a. Tahap Permulaan (Inisiasi)
1) Langkah pengetahuan dan kesadaran
2) Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
3) Langkah keputusan
b. Tahap Implementasi
1) Langkah awal implementasi
2) Langkah kelanjutan pembinaan

Tidak ada komentar: