Selasa, 20 Desember 2011

MODEL-MODEL INOVASI PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

Model inovasi pendidikan yang akan dibahas adalah beberapa model inovasi yang telah digunakan di Amerika Serikat sebagai contoh bagaimana cara menerapkan proses difusi inovasi dalam bidang pendidikan.

Inovasi termasuk bagian dari perubahan sosial dan inovasi pendidikan merupakan bagian dari inovasi. Karena penyelenggara pendidikan formal adalah suatu organisasi maka yang lebih sesuai diterapkan dalam bidang pendidikan adalah pola inovasi dalam organisasi, walau demikian organisasi pendidikan memiliki karakteristik atau keunikan tersendiri dibanding organisasi lain. Maka untuk memperjelas wawasan tentang model inovasi pendidikan yang baru yang sesuai kondisi dan situasi setempat, ada beberapa faktor yang harus dipahami yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan sesuai dengan karakteristik bidang pendidikan.

Kemudian diperlukan pula perencanaan inovasi pendidikan agar proses inovasi berlangsung efektif dengan panduan petunjuk untuk mengadakan inovasi pendidikan di sekolah.

Pembahasan ini, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pedoman jika seorang guru atau kepala sekolah akan mengadakan inovasi atau suatu perubahan pendidikan disekolah tempat ia bekerja. Pengertian inovasi pendidikan mencakup baik inovasi yang disebarluaskan atau didesiminasikan oleh pemerintah pusat (bersifat nasional), maupun inovasi dalam pengertian ide atau gagasan baru untuk memecahkan masalah atau memperbaiki sekolah tempat guru atau kepala sekolah itu bekerja.

Melalui wawasan luas dan lengkap tentang inovasi pendidikan, diharapkan guru dapat membantu kelancaran proses inovasi pendidikan yang ada dilingkungan kerja. Bahkan jika memungkinkan dapat merencanakan dan menerapkan inovasi pendidikan sendiri untuk meningkatkan kualitas sekolahnya atau memecahkan masalah pendidikan yang dihadapinya.


Tujuan pembahasan adalah untuk memahami tentang :

1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan;
2.
Perencanaan inovasi pendidikan;
3.
Beberapa model inovasi pendidikan;
4.
Petunjuk tentang cara untuk mengadakan perubahan atau inovasi pendidikan pada suatu sekolah.

BAB II

PEMBAHASAN

1.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES INOVASI PENDIDIKAN

Lembaga pendidikan formal adalah suatu subsistem dari sistem sosial, jika terjadi perubahan dalam sistem sosial maka lembaga pendidikan formal juga mengalami perubahan, demikian sebaliknya. Olehnya itu, lembaga pendidikan mempunyai beban ganda yaitu melestarikan nilai-nilai budaya dan mempersiapkan generasi muda agar dapat menghadapi tantangan kemajuan jaman.

Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan bersumber pada dua hal yaitu : kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan kebutuhan masyarakat dan adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga pendidikan) untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Antara lembaga pendidikan dan sistem sosial terjadi hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.

Ada tiga hal yang berpengaruh besar terhadap kegiatan di sekolah (lembaga pendidikan) :

1.
Faktor kegiatan belajar mengajar.

Yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar ialah kemampuan guru sebagai tenaga profesional. Guru sebagai tenaga yang telah dipandang memiliki keahlian tertentu dalam bidang pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk mengelola kegiatan belajar mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan institusional yang telah dirumuskan. Dalam pelaksanaan tugas pengelolaan kegiatan belajar mengajar, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang memandang bahwa pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan yang kurang (setengah) profesional, kurang efektif, dan kurang perhatian.

Beberapa alasan mengapa orang memandang tugas guru dalam mengajar mengandung banyak kelemahan :
1.
Hubungan interpersonal guru dan siswa.

Dengan kemampuan yang sama belum tentu menghasilkan prestasi belajar yang sama jika menghadapi kelas yang berbeda, demikian pula sebaliknya, dengan kondisi kelas yang sama diajar oleh guru yang berbeda belum tentu menghasilkan prestasi belajar yang sama, meskipun para guru tersebut telah memenuhi persyaratan sebagai guru yang profesional.
2.
Kegiatan belajar mengajar terisolasi dari kritik teman sejawat.

Kegiatan guru di kelas merupakan kegiatan yang terisolasi dari kegiatan kelompok, guru yang lain tidak mengetahui, maka sukar untuk mendapatkan kritik untuk pengembangan profesinya. Apa yang dilakukan guru di kelas seolah-olah sudah merupakan hak mutlak tanggung jawabnya. Padahal mungkin masih banyak kekurangannya.
3.
Ketiadaan kriteria yang baku tentang keefektifan belajar mengajar.

Kriteria pengelolaan kegiatan belajar mengajar sukar ditentukan karena sangat banyak variabel yang ikut menentukan keberhasilan kegiatan belajar siswa.
4.
Waktu yang terbatas.

Dengan keterbatasan waktu guru tidak mungkin dapat melayani siswa dengan memperhatikan perbedaan individual satu dengan yang lain.
5.
Tujuan pembelajaran yang sama untuk siswa yang berbeda.

Berdasarkan perbedaan individual siswa, akan lebih tepat jika pengelolaan kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan cara yang sangat fleksibel. Kenyataannya guru dituntut untuk mencapai perubahan tingkah laku yang sama bagi semua anak dan jika ini tidak tercapai dapat menimbulkan anggapan diragukan kualitas profesionalnya.
6.
Minimnya waktu untuk meningkatkan kompetensi.

Dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, guru diperhadapkan pada ketiadaan keseimbangan antara kemampuan dan wewenang mengatur beban kerja, tanpa bantuan dari lembaga dan tanpa insentif yang memadai. Hal ini menyebabkan program pertumbuhan jabatan atau peningkatan profesi guru mengalami hambatan.
7.
Banyaknya tuntutan.

Tuntutan kerja yang banyak membuat guru kesulitan dalam menentukan skala prioritasnya, misalnya yang mana didahulukan perubahan tingkah laku atau kognitif siswa. Dan masih banyak lagi tuntutan yang lain.

Jika profesional yang penuh, maka akan memberi peluang pada anggotanya untuk :
1.
Menguasai kemampuan profesional yang ditunjukkan dalam penampilan.
2.
Memasuki anggota profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya, diawasi oleh kelompok profesi (teman sejawat).
3.
Ketentuan untuk berbuat profesional, ditentukan bersama antar sesama anggota profesi.
2.
Faktor internal dan eksternal

Keunikan dari sistem pendidikan adalah baik pelaksana maupun klien adalah kelompok manusia. Perencana inovasi pendidikan harus memperhatikan mana kelompok yang mempengaruhi dan mana kelompok yang dipengaruhi.

Faktor internal yang dimaksud adalah siswa, siswa menjadi pusat perhatian dan bahan pertimbangan dalam melaksanakan berbagai kebijakan pendidikan.

Faktor eksternal yang berpengaruh dalam proses inovasi pendidikan ialah orang tua, baik secara moral maupun finansial. Di Amerika yang berperan sebagai faktor ekstenal adalah juga para pembayar pajak pendidikan yang diatur tersendiri berdasarkan pada kemampuan atau kekayaan masing-masing.

Ahli pendidik (profesi pendidikan) merupakan faktor internal dan juga faktor eksternal seperti guru, administrator pendidikan, konselor. Para ahli luar organisasi sekolah seperti pengawas, inspektur, penilik sekolah, konsultan dan pengusaha yang membantu pengadaan fasilitas sekolah. Para penatar guru dan organisasi persatuan guru juga dapat dipandang sebagai faktor eksternal.
3.
Sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan)

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah diatur dengan aturan yang dibuat pemerintah, mulai dari cara berpakaian, kegiatan waktu istirahat, sampai pada kegiatan belajar di kelas.

Dengan aturan tersebut timbul permasalahan sejauh mana batas kewenangan guru untuk mengambil kebijakan dalam melakukan tugasnya yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Demikian pula sejauh mana kesempatan yang diberikan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya guna menghadapi tantangan kemajuan jaman. Dampak dari keterbatasan tersebut menimbulkan siklus otoritas yang negatif bagi guru yang dikemukakan oleh Florio (1973) dan dikutip oleh Zaltman (1977)

SIKLUS NEGATIF OTORITAS GURU

Kurang kepercayaan terhadap guruTidak jelas atau praduga negatif terhadap kewenangan guru

Atasan mengamati guru sebagai Pembatasan kewenangan dan

orang yang kurang mampu atau kesempatan peningkatan

tidak profesional kemampuan profesional


Kurang mempunyai rasa tanggung Kurang mampu untuk mengambil

jawab dan komitmen dalam kebijakan dalam menghadapi

pelaksanaan tugas tantangan kemajuan

akhirnya frustasi dan apatis

Berdasarkan gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan inovasi pendidikan akan lancar jika perhatian tertuju pada peningkatan kemampuan profesional guru serta pemberian otoritas atau kewenangan untuk mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugasnya untuk menyesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Jika hal ini diutamakan mungkin akan timbul siklus otoritas yang positif bagi guru.

SIKLUS POSITIF OTORITAS GURU


Bertambah kepercayaan terhadap wewenang guru jelas dan praduga

guru positif terhadap guru



Atasan mengamati guru sebagai Diberi keluasan kewenangan dan

guru yang mampu melaksanakan kesempatan peningkatan

tugas dan diberi penguatan kemampuan profesional


Komitmen terhadap pelaksanaan Mampu dan berwewenang untuk

tugas tinggi dan penuh rasa mengambil kebijakan dalam

tanggung jawab menghadapi tantangan kembali

menimbulkan semangat dan gairah kerja tinggi

J. Alan Thomas membedakan tiga macam perspektif tentang fungsi sekolah yang kemudian dilengkapi menjadi 4 perspektif oleh Zaltman seperti berikut :

PERSPEKTIF FUNGSI SEKOLAH

PERSPEKTIF


INPUT


OUTPUT
Administrasi Sumber daya manusia dan material (orang, peralatan, dan sebagainya) Program pendidikan pada suatu sekolah (unit pelayanan tertentu)
Psikologi Unit pelayanan sekolah, waktu belajar, kualitas program belajar, latar belakang sosial ekonomi siswa dan sebagainya. Perubahan tingkah laku dan nilai yang dicapai siswa (hasil belajar siswa)
Ekonomi Peningkatan kesempatan belajar Penambahan penghasilan baik secara individu maupun masyarakat luas
Pembuatan kebijakan Bentuk elemen sistem pendidikan di masyarakat Kemampuan individual untuk berpartisipasi secara produktif dalam masyarakat

Dengan memahami berbagai macam perspektif tentang fungsi sekolah akan mempermudah untuk mengadakan inovasi dengan menentukan pada perspektif mana yang diutamakan terlebih dahulu. Dengan demikian pelaksanaan perubahan pendidikan atau inovasi pendidikan dapat dilakukan secara bertahap.

1.
PERENCANAAN INOVASI PENDIDIKAN

Penyusunan perencanaan disesuaikan dengan keperluan. Perencanaan untuk inovasi yang akan menjangkau wilayah nasional akan berbeda dengan perencanaan untuk inovasi yang akan diimplementasikan pada suatu lembaga pendidikan tertentu atau suatu sekolah.

Faktor dominan pada suatu lembaga pendidikan adalah faktor manusianya. Faktor yang dominan pada suatu sekolah ialah guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap proses inovasi pendidikan. Sekolah berada di suatu lingkungan sistem sosial atau merupakan bagian dari sistem sosial. Oleh karena itu perubahan yang terjadi pada suatu sekolah akan mempengaruhi dan mungkin juga dipengaruhi oleh lingkungannya.

Ada tiga macam hubungan antara suatu sistem dengan lingkungannya yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem yaitu : reaktif, proaktif, interaktif. Sebenarnya ada juga hubungan antara sistem dengan lingkungannya yang disebut hubungan inaktif atau beku, artinya dalam hubungan itu tidak terdapat arus tenaga penggerak antara sistem dengan lingkungannya, sehingga sistem itu tidak dapat tumbuh dan berkembang. Dalam hubungan inaktif tidak mendorong adanya perubahan karena hubungan tenaga sumber yang terdapat dilingkungan dengan sistem yang ada. Jadi hubungan antara sistem dengan lingkungannya yang menyebabkan terjadinya suatu perubahan ada tiga yaitu :

1.
Hubungan reaktif artinya sistem secara kontinu (berkesinambungan) mengadakan respon terhadap kekuatan atau tekanan dari luar misalnya masalah poitik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan sebagainya.
2.
Hubungan proaktif artinya sistem memegang peranan sebagai pengambil inisiatif untuk mengadakan perubahan atau inovasi, dan secara aktif untuk berusaha mencari sumber dari lingkungannya (Eksternal)
3.
Hubungan interaktif artinya pertumbuhan dan pengembangan atau perubahan suatu sistem sebagai hasil adanya hubungan interaksi antara sistem dan lingkungannya. Baik sistem dan lingkungannya saling memegang peranan dalam proses terjadinya perubahan atau inovasi.

Dari ketiga macam hubungan antara sistem dengan lingkunganya tersebut, yang sesuai dengan perubahan pendidikan yang direncanakan atau inovasi ialah hubungan proaktif dan interaktif. Jika terjadi hubungan reaktif antara sekolah atau lembaga pendidikan dengan lingkungannya berarti pimpinan lembaga atau kepala sekolah selalu memberikan reaksi terhadap tantangan lingkungannya. Karena datangnya tantangan dapat secara tiba-tiba dan mendesak maka pimpinan lembaga dalam memberikan keputusan juga secara mendadak tanpa ada perencanaan yang mantap. Sehingga perubahan yang terjadi tidak dapat berlangsung secara efektif terarah pada suatu tujuan tertentu.

Hubungan proaktif dan interaktif antara sekolah dan lingkungannya, artinya dalam usaha mengadakan perubahan atau inovasi dapat terjadi saling mengontrol antara sekolah dengan lingkungan (masyarakat). Pimpinan sekolah dan guru dapat bekeja sama dengan orang tua murid untuk mengadakan perubahan atau inovasi guna mengefektifkan proses belajar siswa.

Agar kerjasama dan usaha pendayagunaan sumber yang ada di lingkungan dapat tepat terarah pada sasaran inovasi pendidikan, maka perlu perencanaan yang cermat dan mantap. Elemen-elemen pokok dalam proses perencanaan ialah :

1.
Merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus inovasi pendidikan yang akan dilaksanakan, dengan rumusan yang jelas.
2.
Mengidentifikasi masalah.
3.
Menentukan kebutuhan.
4.
Mengidentifikasi sumber (penunjangdan penghambat).
5.
Menentukan alternatif kegiatan berdasarkan faktor penunjang serta mempertimbangkan hambatan.
6.
Menentukan alternatif pecahan masalah.
7.
Menentukan alternatif cara pendayagunaan sumber yang ada.
8.
Menentukan kriteria untuk memilih alternatif pemecahan masalah.
9.
Menentukan alternatif pengambilan keputusan.
10.
Menentukan kriteria untuk menilai hasil inovasi.

Untuk memperjelas pengertian model perencanaan inovasi pendidikan proaktif/interaktif ditunjukan dengan bagan berikut :


1.
BEBERAPA MODEL INOVASI PENDIDIKAN

Beberapa model inovasi pendidikan yang dibicarakan berikut ini, adalah model-model inovasi pendidikan yang telah digunakan oleh Amerika Serikat. Sebagaimana kita ketahui bahwa peristiwa yang sangat kuat bagi bangsa Amerika untuk mendorong diadakannya inovasi pendidikan ialah peristiwa berhasilnya bangsa Rusia meluncurkan Sputnik ke luar angkasa. Dengan adanya peristiwa itu maka para pendidik di Amerika benar-benar prihatin bagaimana caranya mengubah sistem pendidikannya, untuk menghilangkan rasa rendah diri dan panik terhadap keberhasilan bangsa Rusia. Maka mulai bangkitlah semangat para pendidik di Amerika untuk mengadakan perubahan di bidang pendidikan dan mulailah diadakan pembaharuan kurikulum, penggunaan media, pengorganisasian kegiatan belajar, dan prosedur administrasi sekolah.

Para ahli pendidikan sadar bahwa hasil pendidikan yang selama telah diperolehnya belum cukup baik, masih harus disempurnakan. Berbagai pertanyaan mengusik dan menggelisahkan sehingga mereka selalu berusaha untuk menjawabnya. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain : bagaimana caranya menterjemahkan harapan kita untuk masa depan kedalam pelaksanaan pendidikan pada saat sekarang?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada dua hal yang sangat membantu yaitu hasil perkembangan ilmu sosial dan juga ilmu tingkah laku. Kedua ilmu ini ternyata bukan hanya menunjang untuk memahami tentang tingkah laku manusia dan fenomena sosial, tetapi sangat bermanfaat untuk mengadakan rekayasa dan menciptakan sesuatu di masa yang akan datang. Maka bermunculan para ahli ilmu sosial yang tertarik untuk mengadakan penelitian tentang sistem sosial dan juga teknologi tentang bagaimana menginterfensi agar terjadi perubahan sosial diantara para ahli yang tertarik pada perubahan sosial tersebut termasuk ahli pendidikan.

Sebagai hasil usaha para ahli pendidikan di Amerika Serikat ada tiga model perubahan pendidikan atau model inovasi pendidikan yaitu :

1.
Model Penelitian, Pengembangan dan Difusi

Model inovasi ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap orang tentu memerlukan perubahan, dan unsur pokok perubahan ialah penelitian, pengembangan, difusi.
2.
Model Pengembangan Organisasi

Model ini lebih berorientasi pada organisasi dari pada organisasi pada sistem sosial. Model ini berpusat pada sekolah. Model pengembangan organisasi ini berbeda dengan model pengembangan dan difusi.

Model pengembangan organisasi juga berorientasi pada nilai yang tinggi artinya dalam model ini juga mendasarkan pada filosofi yang menyarankan agar sekolah jangan hanya diberi tahu tentang inovasi pendidikan dan disuruh menerimanya, tetapi sekolah hendaknya mampu mempersiapkan diri untuk memecahkan sendiri masalah pendikan yang dihadapinya.
3.
Model Konfigurasi

Model konfigurasi atau disebut juga konfigurasi teori difusi inovasi yang juga terkenal dengan istilah CLER, model dengan pendekatan secara konprehensif untuk mengembangkan strategi inovasi (perubahan pendidikan) pada situasi yang berbeda.

Menurut model konfigurasi kemungkinan terjadinya difusi inovasi tergantung pada 4 faktor yaitu :
1.
Konfigurasi artinya menunjukan bentuk hubungan inovator dengan penerima dalam konteks sosial atau hubungan dalam situasi sosial dan politik. Ada 4 konfigurasi yaitu individu, kelompok, lembaga dan kebudayaan. Setiap bagian dai ke empat konfigurasi tersebut, dapat berperan sebagai inovator dan juga dapat berperan sebagai penerima inovasi (adopter).
2.
Hubungan (linkage) yaitu hubungan antara para pelaku dalam proses, penyebaran inovasi. Inovator dan adopter harus berada dalam hubungan yang memungkinkan didengarkannya dan diperhatikannya inovasi yang didifusikan.
3.
Lingkungan : bagaimana keadaan lingkungan sekitar tempat penyebaran inovasi. Lingkungan dalam pengertian ini semua hal baik fisik, sosial, dan intelektual yang secara umum dapat bersifat netral, mempengaruhi atau mungkin menghambat terhadap tingkah laku tertentu.
4.
Sumber (resources) : sumber apakah yang tersedia baik bagi inovator maupun penerima dalam proses transisi penerimaan inovasi. Sumber yang tersedia sangat penting baik bagi inovator maupun adopter, karena keduanya memerlukan sumber inovasi untuk melaksanakan transaksi .

Inovator memerlukan kejelasan konsep agar dia dapat menyusun disain pengembangan dan menentukan strategi inovasi. Demikian pula dengan adopter memerlukan kejelasan konsep agar memahami inovasi sehingga dapat menerapkan inovasi sesuai yang diharapkan.

Mengembangkan strategi difusi inovasi berarti berusaha untuk mengatur keempat faktor yang mempengaruhi difusi inovasi tersebut agar dapat berfungsi secara optimal. Keempat faktor itu dikenal dengan singkatan CLER (Configuration , Lingkages, Environment, Resources.)

1.
PETUNJUK PENERAPAN INOVASI DI SEKOLAH.

Pengertian inovasi pendidikan bukan berarti selalu perubahan atau pembaharuan yang bertaraf nasional dan diusahakan oleh panitia dipusat pemerintahan. Inovasi pendidikan dapat diusahakan oleh guru, kepala sekolah, dan mungkin juga ide pertama dari siswa. Namun perlu diketahui bahwa suatu lembaga tidak mudah berubah.

Beberapa uraian tentang apa dan bagaimana menerapkan ide untuk memperbaiki atau memecahkan masalah sekolah, yang merupakan sesuatu yang diamati sebagai sesuatu yang baru (inovasi) adalah sebagai berikut.

1.
Buatlah rumusan yang jelas tentang inovasi yang akan diterapkan. Untuk mempermudah perumusan tentang kebutuhan dan inovasi yang akan diterapkan disarankan menggunakan pertanyaan antara lain; apakah anda akan mengatur sistim kepenasehatan siswa ? mengubah cara kerja konselor ? mengembangkan pembagian tugas dewan guru dalam menunjang kelanjaran program sekolah ? dan pertanyaan lain yang mengarah pada tujuan inovasi yang akan dilakukan.
2.
Gunakan metode atau cara yang memberi kesempatan untuk berpartipasi secara aktif dalam usaha merubah pribadi maupun sekolah. Merubah sekolah sebenarnya merubah orang yang berada di sekolah yaitu guru dan siswa. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengadakan pembaharuan atau menerapkan inovasi:
1.
Tujuan diadakannya inovasi perlu dimengerti dan diterima oleh guru.
2.
Motivasi positif harus digunakan untuk memberikan rangsangan agar mau menerima inovasi.
3.
Harus diusahakan agar individu ikut berpartisipasi / di beri kesempatan dalam mengambil keputusan inovasi.
4.
Perlu direncanakan tentang evaluasi keberhasilan program inovasi.
3.
Gunakan berbagai macam alternatif pilihan untuk mempermudah penerapan inovasi. Hal ini dikemukakan berdasarkan pemikiran bahwa yang menerapkan inovasi baik guru, maupun siswa memiliki perbedaan individual.
4.
Gunakan data atau informasi yang sudah ada untuk bahan pertimbangan dalam penyusunan perencanaan dan penerapan inovasi.
5.
Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadinya penerapan inovasi.
6.
Gunakan kemanfaatan dari pengalaman sekolah atau lembaga yang lain. Pengalaman sekolah yang telah menerapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan dalam pelaksanaan inovasi di sekolah. Ada beberapa 10 hal untuk melancarkan penerapan inovasi di sekolah berdasarkan pengalaman model school project di Amerika Serikat:
1.
Menggunakan guru penasehat untuk setiap kelompok siswa.
2.
Menyediakan pilihan (option) untuk mengantisipasi perbedaan individual anak .
3.
Mengembangkan material (bahan media) sebagai konsekuensi option.
4.
Merevisi kurikulum dengan menggunakan mini cources.
5.
Membuat tempat belajar yang lebih baik.
6.
Membuat jadwal yang fleksibel.
7.
Meningkatkan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar.
8.
Mengadakan penilaian program penerapan inovasi.
9.
Mengadakan penilaian dan pelaporan hasil belajar siswa
10.
Membentuk team supervisi
7.
Berbuatlah secara positif untuk mendapatkan kepercayaan. Walaupun didunia pendidikan sukar untuk memperoleh dana guna mengadakan pembaharuan, namun demikian pimpinan pendidikan harus melakukan langkah atau mensukseskan usahanya yaitu:
1.
Kepala sekolah harus benar-benar memahami apa yang diperlukan untuk perbaikan sekolahnya.
2.
Kepala sekolah harus menghayati kenyataan bahwa inovasi memang perlu diadakan untuk perbaikan.
3.
Kepala sekolah harus yakin bahwa sekolah ini tepat untuk menerapkan inovasi.
8.
Menerima tanggungjawab pribadi. Guru perlu mendapatkan tempat, juga peranan sekolah, dalam masyarakat yang sedang mengalami perubahan dengan sangat cepat kepala sekolah, guru dasn siswa akan menjumpai tantangan yang kompleks, pada tingkat dimana mereka bekerja atau belajar.
9.
Usahakan adanya pengorganisasian kegiatan yang memungkinkan terjadinya kepemimpinan yang efektif, mantap dan konsisten untuk menjawab tantangan.
10.
Usahakan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan dasar tentang inovasi di sekolah. Dengan menjawab pertanyaan tersebut dapat menunjang kelancaran program inovasi akan dilaksanakan di sekolah.

BAB III

PENUTUP


Antara masyarakat (sistem sosial) dengan lembaga pendidikan formal terjadi hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi perubahan sistem sosial dapat mempengaruhi perubahan pendidikan dan sebaliknya, perubahan pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sistem sosial. Perubahan yang terjadi bersifat dinamis, yang disebabkan adanya hubungan interaktif antara lembaga pendidikan dan masyarakat.

Tujuan utama inovasi di sekolah ialah untuk meningkatkan kualitas sekolah. Tanda-tanda sekolah yang kualitasnya baik antara lain proses belajar mengajar efektif, prestasi hasil belajar siswa tinggi, para guru mempunyai waktu yang cukup banyak serta kondisi yang baik melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya, kepala sekolah menggunakan sebagian besar waktunya untuk bekerja lebih akrab dengan siswa dan guru serta selalu berusaha untuk memperoleh balikan guna meningkatkan kualitas sekolah. Setiap orang yang bekerja disekolah melakukan tugasnya sesuai dengan minat dan kemampuannya untuk mengembangkan kariernya.

Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

*
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses inovasi pendidikan yaitu kegiatan belajar mengajar, faktor internal dan eksternal, dan sistem pendidikan (pengelolaan dan pengawasan).
*
Perencanaan merupakan hal yang mutlak perlu dilakukan untuk suksesnya suatu difusi, adopsi, implementasi dan institusi inovasi pendidikan. Perencanaan ialah suatu persiapan dan pengambilan keputusan untuk berbuat secara sistematik. Perencanaan merupakan serangkaian keaktifan berkelanjutan dan saling melengkapi untuk mencapai suatu tujuan. Perencanaan juga merupakan proses yang berkesinambungan yang berupa kegiatan-kegiatan diagnosa, pengumpulan data, analisa data, perumusan masalah, perumusan kebutuhan, peninjauan, dan pemilihan sumber, penentuan faktor penunjang dan penghambat, alternatif pemecahan masalah (inovasi), pengambilan keputusan, pembuatan jadwal kegiatan, monitoring, balikan dan evaluasi. Penyusunan perencanaan disesuaikan dengan keperluan.
*
Beberapa model inovasi pendidikan yaitu : model penelitian, pengembangan dan difusi; model pengembangan organisasi; dan model konfigurasi.
*
Petunjuk penerapan inovasi pendidikan sekolah :

1.
Buatlah rumusan yang jelas tentang inovasi yang akan diterapkan.
2.
Gunakan metode atau cara yang memberikan kesempatan anggota sistem sekolah untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha merubah pribadi maupun sekolah.
3.
Gunakan berbagai macam alternatif untuk mempermudah penerapan inovasi.
4.
Gunakan data atau informasi yang sudah ada untuk bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan penerapan inovasi.
5.
Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadinya penerapan inovasi.
6.
Gunakan kemanfaatan dari pengalaman sekolah atau lembaga lain.
7.
Berbuatlah secara positif ujntuk mendapatkan kepercayaan.
8.
Menerima tanggung jawab pribadi.
9.
Usahakan adanya pengorganisasi kegiatan yang memungkinkan terjadinya kepemimpinan yang efektif.
10.
Usahakan mencari jawaban atas berbagai macam pertanyaan dasar tentang inovasi di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ibrahim. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : Imtima.

Irmim S. dan Abdul R. 2004. Menjadi Guru Yang Bisa Digugu Dan Ditiru. Jakarta : Seyma Media.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo : Masmedia Buana Pustaka.

PROSES PENGEMBANGAN INOVASI

Inovasi adalah suatu ide, cara atau objek yang dianggap baru oleh individu atau unit aqdopsi. Sebagai individu manusia selalu mencari ide, cara dan objek-objek baru yang dapat memenuhi kebutuhan dan untuk mengatasi permasalahan dan meningkatkan mutu kehidupannya. Demikian pula dalam system social atau masyarakat, anggotanya senantiasa berusaha mengadakan perubahan-perubahan kea rah penyempurnaa, kea rah yang lebih baik dan untuk itu umat manusia senantiasa memerlukan ide-ide, cara dan objek baru. Keinginan untuk mengadakan perubahan-perubahan yang terus-menerus mendorong terjadinya inovasi yang tiada henti.
Secara naluriah manusia memang tak pernah puas sepenuhnya denga sesuatu prestasi yang telah tercapai. Setelah manusia dapat, memenuhi kebutuhannya, segera pula muncul kebutuhan yang baru, demikian seterusnya. Manusia senantiasa juga menghadapi masalah-masalah dan tantangan serta kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Masalah, tantangan dan kesulitan tersebut bisa berasal dari dalam diri dan bisa juga berasal dari lingkungan hidupnya. Factor lingkunga juga berperan besar dalam mendorong terjadi nya inovasi disebabkan sifat lingkungan yang dinamis dan terus-menerus mengalami perubahan. Perubahan alamiah yang terus-menerus tersebut mendorong manusia untuk senantiasa untuk melakukan penyesuaian. Oleh karena perubahan mengandung ketidakpastian, maka manusia berusaha keras untuk dapat mengontrolnya sehingga terhindar dari ketidakpastian tersebut. Manusia menginginkan masa depan yang lebih pasti atau lebih terjamin.
Didorong oleh adanya factor luar dan factor dari dalam tersebut manusia senantiasa berupaya mencari solusi untuk mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhannya. Upaya-upaya tersebut antara lain dilakukan melalui suatu proses penelitian dan pengembangan atau cara-cara lainnya. Dalam melakukan upayanya manusia mengerahkan seluruh kemampuan dan kelebihannya, memanfaatkan sarana dan peralatan yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan memanfaatkan alam yang ada disekitarnya, serta mendayagunakan kemampuan abstraksiinya.
Proses pengembangan inovasi biasanya dimulai dari tahap pengenalan masalah atau kebutuhan, diteruskan dengan penelitian dan pengembangan, kemudian setelah itu diikuti komersialisasi, difusi dan adopsi dan akhirnya dengan konsekuensi.







Gambar di atas merupakan proses pengembangan inovasi, mulai dari adanya masalah dan kebutuhan, ditindaklanjuti dengan penelitian dan pengembangan, serta komersialisasi, kemudian terjadi difusi dan adopsi, sampai akhirnya membawa konsekuensi (Diapdaptasi dari Rogers, 1995).
Sedikit sekali proses pengembangan inovasi yang tidak mengikuti pola tersebut di atas. Pada kenyataannya, memang ada juga inovasi yang tidak diperoleh melalui penelitian dan pengembangan. Inovasi demikian mungkin merupakan hasil praktek oleh orang yang dengan sengaja dan intensif mencari solusi untuk masalah atau kebutuhannya. Bisa juga suatu inovasi diperoleh secara kebetulan serta tak disengaja.
A. Kebutuhan dan Masalah sebagai Pencetus Inovasi
Kebutuhan atau”needs” biasanya muncul mengiringi keinginan manusia untuk mengatasi masalah dalam kehidupannya. Sementara itu manusia tersebut sebagian bersumber dari kodrat dan sebagian lagi bersumber dari hasil interaksi atau hubungannya dengan alam lingkungannya. Interaksi tersebut bersifat dinamis, oleh karena itu masalah yang dihadapi manusia tak aka nada habis-habisnya. Didesak oleh adanya masalah inilah manusia bersaha memunculkan ide-ide, cara dan objek baru.
Contoh manusia yang mengawali proses pengembangan inovasi adalah munculnya wabah, atau bencana alam. Sedangkan contih kebutuhan atau “needs” misalnya; manusia membutuhkan obat mengobati penyakitnya sehingga dapat hidup lebih sehat dan sejahtera. Contoh kebutuhan lainnya adalah manusia memerlukan teknologi untuk menaklukan alam misalnya teknologi untuk menjelajah ruang angkasa, dan manusia memerlukan teknologi untuk mengambilmineral dari dalam perut bumi.
Pada dasarnya kebutuhan manusia memang banyak sekali dan bertingkat-tingkat, serta berasal dari berbagai factor. Semua kebutuhan tersebut, baik kebutuhan tingkat dasar (basic needs) seperti kebutuhan fisik, atau pun kebutuhan tingkat tinggi (high order needs) seperti aktualisasi diri, sama-sama dapat menimbulkan terjadinya pengembangan inovasi.
B. Penelitian sebagai Wahana Penemuan Inovasi
Hampir semua inovasi di bidang teknologi merupakan hasil penelitian para ilmuan dan peneliti. Proses ditemukannya atau diciptakannya ide baru biasanya disebut dengan penemuan atau “invention”. Penemuan biasanya terjadi setelah melalui proses penelitian yang cermat dan dilakukan dengan sengaja. Namun demikian banya pula penemuan dan inovasi yang didapatkan manusia secara “kebetulan” . inovasi diperoleh secara kebetulan tersebut biasanya bersifat relative sederhana, tidak rumit dan tidak komplek, sebaliknya inovasi hasil penelitian biasanya kompleks dan canggih.
Dari waktu ke waktu kegiatan penelitian semakin memegang peran di dalam penciptaan inovasi. Penelitian yang menghasilkan penemuan biasanya dimulai dari penelitia dasar (basic research), setelah itu, diteruskan dengan penelitian terapat (applied research). Penelitian dasar diarahkan kepada upaya membangun teori-teori atau konsep, sedangkan penelitian terapan lebih diarahkan kepada pengujian atau pembuaktian secara empiris. Penelitian-penelitian tersebut kemudian ketidaklanjuti dengan pengembangan.
C. Pengembangan
Pengembangan inovasi adalah suatu proses menempatkan ide baru dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan sasaran yang potensial menjadi adopter. Pengembangan inovasi selalu didasarkan kepada penelitian, atau kegiatan sejenisnya. Kegiatan pengembangan inovasi ini biasanya sulit dipisahkan dari kegiatan penelitian. Kegiatan penelitian dan pengembangan (‘research and development ‘ atau R&D) merupakan kegiatan yang berkesinambungan. Kegiatan tersebut memerlukan investasi, oleh karena itu biasanya dilakukan dan dibiayai oleh suatu institusi, lembaga perusahaan atau Negara. R&D dapat berlangsung dan berkembang dengan baik apabila didukung oleh data dan informasi, termasuk data dan informasi tentang: berbagai inovasi sejenis yang dikembangkan oleh pihak lain, informasi pasar, pesaing, dan paten tentang inovasi-inovasi terbaru.
Pengembangan inovasi berupa teknologi canggih yang baru biasanya melewati empat tahapan yaitu mulai: 1) penciptaan inovasi, suatu periode waktu yang penuh ketidakpastian dan coba-coba, 2) imitasi. Di mana banyak perusahaan baru masuk dan mengembangkan berbagai variasi inovasi yang berorientasi pasar, 3)kompetisi teknologi, di mana bagian R&D berusaha menyempurnakan inovasi dan akhirnya 4)standarisasi, suatu produk ideal telah ditemukan.
D. Komersialisai
Komersialisasi adalah suatu tahapan pengembangan inovasi di mana suatu inovasi mulai diproduksi dalam jumlah yang besar. Maksud dari inovasi adalah bahwa inovasi dikemas sedemikian rupa sehingga siap untuk dikomunikasikan secara luas. Produksi tersebut meliputi pula; psbrikasi, pengemasan, pemasaran dan distribusi produk inovasi, sehingga inovasi siap untuk didifusikan. Tahapan ini dimungkinkan terlaksana setelah produk inovatif selesai dikembangkan. Komersialisasi biasanya dilakukan oleh dunia swasta dan bersifat massal, meskipun ada juga komersialisasi yang dilakukan oleh pemerintah suatu Negara.
Dalam tahapan komersialisasi ini, suatu inovasi hasil kegiatan penelitian yang biasanya dikemas secara ilmiah, dan memungkinkan untuk diolah menjadi bentuk yang siap diadopsi oleh pengguna (user friendly). Setelah melewati tahapan ini, suatu inovasi menjadi produk yang siap untuk dipromosikan kepada khalayak.
E. Difusi dan Adopsi
Difusi adalah proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui suatu saluran pada suatu waktu dan ditujukan kepada anggota suatu system social. Sedangkan hasil dari proses difusi biasanya diharapkan terjadi adopsi, yaitu keputusan oleh individuatau masyarakat untuk menerima inovasi.
Semenjak diputuskan bahwa sesuatu inovasi telah siap dimasyarakatkan kepada calon pengguna yang potensial, sejak itulah kegiatan difusi dimulai. Keputusan difusi ini biasanya dipengaruhi oleh sponsor yang telah membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D). pada kasus-kasus inovasi tertentu keputusan difusi ini juga dipengaruhi oleh adanya semacam lembaga sensor atau pereturan, misalnya untuk mendifusikan obat jenis baru harus telah melewati suatu uji klinis. Tujuan uji klinis adalah untuk mengevaluasi dampak suatu inovasi terhadap kondisi nyata. Berdasarkan hasil uji klinis dapat dibuat keputusan jadi tidaknya sesuatu inovasi didifusikan, hasilnya biasa disebut keputusan ‘Go/No-Go) yaitu keputusan jadi atau tidak jadi dimasyarakatkan.
Pada tahap difusi dan adopsi inilah agen pembaharuan dituntut perannya. Proses difusi dan adopsi ini menentukan nasib inovasi, apakah berhasil memasyarakat atau gagal dan dilupakan.
F. Konsekuensi
Tahap terahir dalam pengembangan inovasi adalah konsekuensi inovasi. Dalam tahap ini kembali permasalahan awal yang telah menyebabkan lahirnya suatu inovasi dilihat apakah telah terpecahkan atau belum. Banyak inovasi berhasil memecahkan permasalahan dan memenuhi kebutuhan. Namun tidak jarang suatu inovasi malahan menimbulkan permasalahan baru, sehingga terjadilah kembali proses pengembangan inovasi berikutnya.
Contoh konsekuensi; inovasi berhasil memecahkan manusia misalnya ditemukannya system ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan manusia. Meningkatkan kesejahteraan manusia ini juga menimbulkan masalah baru yaitu meningkatkan kebutuhan. Inovasi bidang kesehatan berhasil meningkatkan usia harapan hidup manusia. Meningkatkan usia harapan hidup menyebabkan banyaknya manusia usia lanjut (manula) yang memerlukan berbagai jenis layanan, seperti panti jompo, kendaraan khusus manula, dan sebagainya.

FAKTOR UTAMA YANG MENGHARUSKAN ADANYA INOVASI

A. Perkembangan IPTEKS dan IMTAQ
1. IPTEKS
Ilmu pengetahuan (IP) pada umumnya berkembang pesat termasuk ilmu pendidikan. Perubahan (Inovasi) pendidikan telah banyak kita temui, misalnya aspek strategi penyelenggaraan pendidikan (pengajaran) telah berubah dari yang berpusat pada guru (Teacher Center) ke pengajaran yang berpusat pada siswa (Student Center)
Perubahan ini berdampak besar pada perilaku guru. Seorang guru tidak lagi hanya mengajar siswanya tetapi ia sekaligus harus berusaha membelajarkan siswanya (to learn how to learn). Perubahan seperti ini berdampak pula pada perubahan teknologi (TEK) pendidikannya. Guru tidak lagi memberikan “ikan” (pengajaran dalam bentuk siap diterima), sekarang guru harus berusaha memberikan “pancing” sehingga siswa dapat berusaha sendiri mencari ikan dengan mengandalkan ilmu dan alat pemancing yang diberikan oleh gurunya.
Seni (S) mengajarkan pun harus pola mengikuti perkembangan siswa, hal ini misalnya menyangkut bagaimana supaya siswa senang belajar, bagaimana agar belajar bagi mereka itu sesuatu yang indah mengesankan (bukan membosankan).
Perilaku (behavior) siswa masa kini jauh berbeda dengan siswa masa dulu. Pengaruh IPTEKS secara umum diera globalisasi saat ini memungkinkan sekali adanya perubahan sehingga para pendidik perlu menyesuaikan pengajaran yang sesuai dengan perubahan tersebut.
Menggunakan strategi mengajar yang bervariasi misalnya, akan menghasilkan seni mengajar yang bervariasi pula, sehingga mengajar tidak menoton dan membosankan.
2. IMTAQ
Iman (IM) para siswa di era modern ini banyak terpengaruh sehingga keyakinan terhadap rukun imanya memerlukan pendidikan keagamaan yang inovatif. Cukup banyak siswa (mungkin juga orang lain) yang tidak tahu rukun imannya jika tahu hanya sekadar hafal Jenis dan jumlah rukun imannya tetapi kadar keyakinan terhadap masing – masing rukun iman tersebut boleh dikatakan tipis atau kurang sekali. Hal ini antara lain disebabkan : 1) kurang mantapnya pengajaran agama di sekolah karena jam pelajaran yang singkat, 2) pengaruh IPTEKS (modernisasi) yang tidak bernuansa ajaran keagamaan (islam), 3) Usaha Kristenisasi (sekuler) yang dilaksanakan secara terselubung (halus tidak terasa langsung) atau usaha terang – terangan secara langsung. Untuk menghadapi tantangan ini para pendidik keagamaan harus mengadakan inovasi dibidang pengajaran keagamaan tersebut.
Taqwa (TAQ) terhadap Tuhan YME, juga mengalami permasalahan. Kualitas taqwa semakin menurun yang dapat ditandai dengan berbagai gejala seperti kurangnya perhatian terhadap “amanat makruf dan seringnya terjadi perbuatan – perbuatan yang “nahi mungkar”. Malah ada diantara siswa yang merasa bangga bila berbuat sesuatu yang mungkar seperti terlibat penyakit masyarakat (narkoba, zina dll).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor negatif dari IMTAQ mengharuskan para pendidik terkait (formal, non formal dan informal) selain waspada dengan berusaha mengadakan inovasi pendidikan keagamaan. Sebaliknya dengan IMTAQ yang semakin berkualitas kita senantiasa dituntut untuk meningkatkan kualitas inovasi pendidikan baik pendidikan umum maupun keagamaan.
B. Perubahan dan Perkembangan Internal Pendidikan
1. Peraturan Perundangan
Faktor perubahan dan perkembangan dibidang pendidikan itu sendiri menuntut kita harus mengadakan inovasi perubahan dalam peraturan perundangan pendidikan dari UU No 12 tahun 1954 tentang pokok – pokok pendidikan di sekolah dan UU No 22 tahun 1961 tentang pendidikan tinggi menjadi UU NO. 2 tahun 1989 tentang U/SPN mengharuskan semua komponen pendidikan memerlukan inovasi yang kontinu (terus menerus berkesinambungan) merupakan keharusan bila pendidikan tidak mau ketinggalan.
Dengan adanya Undang – Undang baru sebagai inovasi terhadap Undang – Undang sebelumnya, penyelenggaraan pendidikan perlu pula di inovasikan sebagai contoh (sesuai Undang – Undang baru tersebut), kita harus membaharui komponen – komponen pendidikan secara sistematik (menggunakan pendekatan system). Bila dulu pembaharuan dapat dilaksanakan pada suatu komponen, maka sekarang harus dilakukan terhadap semua komponen SPN tersebut. Jika tidak dilakukan seperti itu, pembaharuan komponen dapat berdampak rusaknya komponen yang lain.
2. Kurikulum
Inovasi dari segi kurikulum telah dilaksanakan oleh pemerintah mulai dari kurikulum tahun 1968 menjadi kurikulum tahun 1975, kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1984, kurikulum 1984 menjadi kurikulum 1994, kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 (KBK), dan sekarang diperbaharui lagi menjadi kurikulum 2006 (KTSP). Hal ini antara lain tergantung pada kebijaksanaan pemerintah baru di era reformasi ini. Kurikulum muatan local berceritakan kebutuhan lingkungan dan pengembangan daerah (interpret ment) perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik – baiknya sehingga output pendidikan tidak hanya mencari lapangan kerja tetapi dapat menciptakan lapangan kerja yang relevan dengan kebutuhan lingkungan dan daerah yang bersangkutan di dukung oleh pengetahuan di lembaga pendidikan asalnya.
3. Ketenagaan Pendidikan
Tuntutan terhadap ketenagaan pendidikan memerlukan inovasi pula. Ketenagaan guru dan non guru semakin memerlukan pembaharuan baik kuantitas, kualitas dan jenisnya. Tenaga non guru seperti tenaga kepustakaan, laboran, tenaga BP, para medis perlu diadakan dan atau ditambah pada setiap lembaga pendidikan baik jumlah jenis dan kualitas pendidikan ketenagaan perlu pula dibaharui. Saat ini saja kualifikasi pendidikan tenaga guru sudah ditingkatkan untuk menjadi guru di SD, SMP dan SMA minimal sarjana (S1) dan untuk menjadi dosen di PT minimal S2 (master).
Untuk menghadapi masyarakat masa depan barangkali semua guru di SD, SMP dan SMA telah banyak yang memperoleh gelar master (S.2), sementara di PT telah banyak pula yang berpredikat S.3 (doktor).
Demikianlah beberapa contoh keharusan perubahan (inovasi) yang pada umumnya baru menyangkut komponen instrumental (instrumental input). Komponen lain dari sistem pendidikan secara makro yaitu peserta didik (raw input), proses pendidik (trought input), lingkungan pendidikan (Environmental input) serta hasilnya (output) perlu mendapatkan penanganan yang inovatif pula.

C. Perubahan dan Perkembangan Eksternal Pendidikan
Perubahan dan perkembangan diluar bidang pendidikan (meskipun sesungguhya juga hasil pendidikan), telah banyak yang kita temukan perubahan dan perkembangan tersebut semuanya menuntut pembaharuan (inovasi) pendidikan.
1. Perubahan dan Perkembangan Sosial
Salah satu perubahan sosial kemasyarakatan kita dewasa ini adalah meningkatnya aspirasi pendidikan bagi warganya. Aspirasi pendidikan formal bagi warga usia sekolah terlihat semakin meningkat. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya warga masyarakat usia sekolah berada di sekolah yang sesuai dengan usianya masing – masing. Kecenderungan ini terlihat pula pada perguruan tinggi, jumlah mahasiswa semakin banyak walaupun biaya pendidikan semakin tinggi.
Status sosial seseorang, keluarga atau masyarakat ditandai dengan pendidikannya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, keluarga atau masyarakat, semakin tinggi tingkat harkat atau martabatnya. Malah indikator keberhasilan atau kemajuan seseorang, keluarga atau masyarakat adalah pendidikan ini. Untuk menampung aspirasi ini, maka pendidikan harus diperbaharui, bila yang terjadi sebaliknya pendidikan tidak diperbaharui maka besar kemungkinan aspirasi masyarakat akan menurun atau berkurang.
Jika inovasi pendidikan tidak dilaksanakan (misalnya yang relevan dengan tuntutan lapangan kerja), maka aspirasi masyarakat terhadap pendidikan ini mungkin akan menurun. Mereka mungkin saja tidak kurang mau menyekolahkan anak – kemenakannya, bila kelak sesudah tamat belajar akan menambah beban mereka karena menganggur (tidak dapat pekerjaan atau tidak dapat menciptakan lapangan kerja baru).
2. Perubahan dan Perkembangan Ekonomi
Sektor ekonomi mengalami perubahan dan perkembangan. Perubahan tersebut menuntut kemampuan dan keterampilan yang semakin profesional dari para pelakunya. Pelaku – pelaku ekonomi yang tidak/kurang profesional akan tersingkir dengan sendirinya. Untuk itu pendidikan harus selalu disesuaikan (dengan melakukan inovasi) dengan tuntutan perkembangan sektor ekonomi yang ada kini dan yang akan datang.
3. Perubahan dan Perkembangan Budaya
Budaya kita berkembang pesat, apa yang hari ini dipandang inovatif (baru), esok sudah dianggap kuno (ketinggalan zaman). Untuk itu fungsi pendidikan terhadap budaya haruslah inovatif. Diantara fungsi inovatif itu ialah pendidikan harus berusaha mengembangkan budaya kita (Indonesia) disamping mentransfer, menseleksi dan menjaga kelestarian budaya asli kita.

4. Perubahan dan Perkembangan MIPA
Temuan demi temuan dibidang Matematik dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), apakah sub bidang Biologi, Kimia dan Fisika telah membawa perubahan dan perkembangan MIPA tersebut. Selanjutnya perubahan dan perkembangan ini akan mempengaruhi perkembangan bidang – bidang lainnya yang relevan. Bidang pendidikan terutama pendidikan MIPA harus dibaharui sesuai dengan tuntutan perkembangan MIPA tersebut. Pengajaran Matematik dan IPA di sekolah atau perguruan tinggi menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dibidang MIPA tersebut.
5. Perubahan dan Perkembangan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup mengalami perubahan dan perkembangan pula. Lingkungan hidup yang semakin luas dan transparan, memungkinkan wawasan lingkungan yang semakin terbuka. Lingkungan hidup di daerah pedesaan telah maju mungkin saja tidak jauh bedanya dengan daerah perkotaan. Hal ini tentu sejalan dengan perkembangan IPTEKS yang telah mendewasa. Oleh sebab itu inovasi pendidikan tidak hanya milik pendidikan perkotaan.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa inovasi pada dasarnya adalah usaha yang mengarah kepada hal yang bersifat pembaharuan. Baik pembaharuan yang bersifat discovery, dan invensi. Tidak selamanya bahwa inovasi adalah harus hal yang sangat baru. Bisa saja hanya pembaharuan dari hal yang sudah ada sebelumnya.
Beberapa faktor utama yang mengharuskan adannya inovasi pendidikan adalah perkembangan iptek dan imtaq, peubahan dan perkembangan internal pendidikan, perubahan dan perkembangan eksternal pendidikan. Semua elemen ini harus saling padu dan bersinergis agar program inovasi dalam bidang pendidikan itu dapat tercapai.
B. Saran
Jika menginginkan pendidikan Indonesia lebih bermakna dan dapat mensejajarkan dengan perkembangan era globalisasi dunia luar pendidikan, maka inovasi adalah hal yang sangat mutlak perlu dan harus dilakukan. Ini semua dilaksanakan agar dunia pendidikan dan dunia luar pendidikan saling bersimbiosis mutualisme.



DAFTAR PUSTAKA
Diktat.2003.Inovasi Pendidikan.Universitas Baturaja
Ibrahim.1988.Inovasi Pendidikan.Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

HAMBATAN DIFUSI INOVASI PENDIDIKAN

A. Tujuan Intruksional Pendidikan
1. Faktor – faktor hambatan difusi inovasi berkaitan dengan pranata sosial
2. Enam faktor utama
B. Pengantar
Sasaran inovasi pendidikan adalah anggota sistem sosial yang hidup dalam sistem sosial dan diatur dengan berbagai macam pranata sosial. Barbagai faktor yang merupakan hambatan proses difusi inovasi yang berkaitan dengan aplikasi budaya ilmu dalam sistem susila seperti : ekonomi, sejarah, politik , antropologi, sosial dan sosiologi.
C. Faktor – Faktor Difusi Inovasi Inovasi Berkaitan dengan Pranata Sosial
1. Hambatan Geogerafi
Hambatan geogerafi yang mencakup jarak jauh, Transportasi yang lambat, daerah yang terisolasi, keadaan iklim yang tidak menguntungkan, hampir semuanya dinyatakan dalam kategori hambatan yang serius.
2. Hambatan Sejarah
Hambatan sejarah mencakup masalah – masalah seperti peraturan kolonial, trdisi yang bertentangan dengan inovasi dan perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan.
3. Hambatan Ekonomi
Hambatan ekonomi mencakup tersedianya bantuan dana dari pemerintah dan pengaruh inflasi.


4. Hambatan Prosedur
Hambatan prosedur mencakup berbagai faktor yang berkaitan dengan teknis administrasi pelaksanaan inovasi. Tarmasuk dalam hambatan prosedur adalah kurang cakapnya tenaga yang melaksankan program inivasi, kurang cukup adanya kerjasama atau koordinasi antara bagian yang penting dalam pelaksanan inovasi.
5. Hambatan Personal
Hambatan personal mencakup hal – hal : kurang adanya pemberian penguatan ( hadiah). Bagi penerima dan pemakai inovasi, orang – orang yang memegang peranan yang penting dimasyarakat tidak terbuka untuk menerima dan melaksakan inovasi, sikap kaku dan pengetahuan yang sempit dari para personal yang sebenarnya memiliki peranan penting dalam proyek, serta terjadinya pertentangan pribadi.
6. Hambatan Sosial – Budaya
Hambatan sosial budaya yang dianggap paling serius ialah adanya pertentangan ideology tentang perubahan ( inovasi ). Hal lain berkaitan dengan social budaya yang menghambat inovasi adalah kurangnya suasana adanya sling tukar pikiran secara terbuka, perbedaan nilai budaya ( cultural value ), serta kurang harmonisnya hubungan antara anggota team proyek inovasi.
7. Hambatan Politik
Adapun yang termasuk hambatan politik adalh kurngnya hubungan yang baik dengan pimpinan politik, adanya pergantian pemerintah akan menyukarkan pembinaan secara kontinu pelaksanaan program yang sudah direncanakan, pendidikan yang menangani proyek inovasi tidak mengetahui realitas politik, adanya keberatan terhadap proyek inovasi dengan berdasarkan kepentingan golonagan, kurang adanya pengertian dan kurang adanya perhatian dari pamimpin politik.
8. Hambatan Psikologi
Hambatan psikologi adalah hanbatan yang disebabkan oleh faktor – faktor yang ada didalam diri seseorang. Masalah pisikologi erat sekali hubunganya dengan jasmani, kalau rohani tidak setabil, maka akan dapat melahirkan tindakan – tindakan yang tidak stabil pula.
Selain dari delapan hambatan inovasi diatas ada juga hambatan lain yang dapat mempengaruhi hambatan difusi inovasi. Untuk mengatasi hambatan tersebut kita harus memperhatikan terlebih dahulu permasalahan yang terjadi didalam hambatan tersebut.
Menurut pendapat Per darlian, dalam bukunya Innovation In Education A Systemie View, mengemukakan empat macam hambatan ( rintangan )secara umum dalam menyampaikan pembaharuan adalah :
1. Nilai
Hambatan nilai adalah hambatan yang disebabkan oleh perbedannya ideology dan kepercayan dari setiap individu atau kelompok masyrakat.
2. Kekuasaan
Hambatan kekuasaan ini terjadi karena adanya pembagian kekuasan baru dalam sesuatu sitem sosial masyrakat. Dan pengaruh yang dimaksud dalam konteks diatas adalah pengaruh positif, dalam arti inovasi yang disebakan itu dapat diterima dan sebaliknya adalah pengaruh yang bersifat negatif, dimana inovasi itu ditolak.
3. Pelaksanaan
Hambatan pelaksanan (praktek) lahir apabila inovasi yang diterapkan kegagalan atau tidak diterima oleh masyrakat.


4. Psikologi
Hambatan psikologi adalah hambatan yang disebabkan oleh faktor – faktor yang ada dalam diri seseorang. Yang termasuk dalam hambatan atau rintangan ini antara lain adalah :
a. Penempatan pengangkat guru
b. Biaya dan fasilitas
c. Sistem komunikasi
d. Sistem koordinasi antara konsumen fan prosedur
e. Sikap Tradisonal ( cara berpikir primitive )
D. Enam Faktor Utama Hambatan Inovasi
Berbagai macam hambatan yang dikemukakan tersebut adalah merupakan kombinasi penafsiran pengertian dari orang yang menyusun item dan dari responden.
Ada 6 faktor utama hambatan difusi inovasi yaitu Estimasi tidak tepat, konflik pribadi dan motivasi, proses inovasi tidak berkembang, masalh financial, penolakan dari kelompok tertentu, dan kurangnya hubungan sosial.
1. Faktor Estimasi tidak tepat terhadap inovasi
Yaitu tidak tepat pertimbangan implementasi inovasi, kurang adanya hubungan antara anggota team pelaksanaan inovasi, kuaranganya adanya kesamaan pendapat tentang tujuan yang akan dicapai atau kurangan adanya kerja sama yang baik.
2. Faktor konflik dan motivasi
Disebabkan oleh pertentangan antara anggota team pelaksana, kurang motivasi untuk bekerja dan berbagai macam sikap pribadi yang dapat menggangu kelancaran proses inovasi
3. Faktor inivasi tidak langsung
Adapun yang termasuk dalam factor tidak barkembang inovasi ialah lambatnya pengiriman material yang diperlukan, material tidak siap tepat waktu, perencanan dana biasnya tidak tepat walaupun sudah dipertimbangkan adanya inflansi ( underestimate )
4. Faktor masalah financial
Adapun item yang termasuk dalam factor ini adalah tidak memadainya bantuan financial dari daerah, dari luar daerah, kondisi daerah secara keseluruhan, proritas ekonomi secara nasional lebih banyak pada bidang lain dari pada pendidikan, ada penundaan dalam penyampaian dana, terjadinya financial.
5. Faktor penolakan dari kelompok penentu
Adapun item yang termasuk dalam faktor ini dalah kelompok elit yang memiliki wewenangan dalam masyrakat tradisional menentang inovasi atau perluasan suasana pandidikan, tardapat pertentangan antara ideology mengenai inivasi, proyek inovasi dilaksanakan sangat lambat, peraturan kolonoial menuggalkan sikap masyrakat yang penuh kecurigaan terhadap sesuatu yang asing, kaberatan terhadap inovasi karena sebab keuntungan kelompok.
6. Faktor kurang adanya hubungan sosial
Faktor yang terakhir dan juga paling lemah pengarurhnya terhadap hambatan inivasi adalah faktor yang teridri dari dua hal yaitu hubungan antar team dan hubungan dengan orang diluar team.

STRATEGI INOVASI PENDIDIKAN

Strategi adalah suatu cara atau tehnik untuk meyebarkan inovasi, Dalam proses penyebaranyan inovasi ini tidaklah mudah untuk dilakukan secara cepat, tetapi akan menggunakan proses yang sangat rumit sehingga penyebaranyapun menggunakan sebuah setrategi. Dalam proses penginovasian akan lebih mudah diterapkan jika kita akan menggunakan sebuah tehnik-tehnik tertentu melalui setrategi yang akan digunakan. Dengan adanya setrategi maka hambatan-hambatan inovasi akan lebih mudah diatasi.
Salah satu faktor yang ikut menentukan efektivitas pelaksanaan program perubahan Sosial adalah ketepatan penggunaan strategi, tetapi memilih strategi yang tepat bukan pekerjaan yang mudah.
Ada empat macam strategi :
A. Strategi Fasilitatif
Pelaksanaan program perubahan sosial dengan menggunakqan strategi fasilitatif artinya untuk mencapai tujuan perubahan perubahan sosial yang telah ditentukan, diutamakan penyediaan fasilitas dengan maksud agar program sosial akan berjalan dengan mudah dan lancar. Strategi fasilitatif akan dapat digunakan dengan tepat jika :
1. Mengenal masalah yang dihadapi serta menyadari perlunya mencari target perubahan.
2. Merasa perlu adanya perubahan.
3. Bersedia menerima bantuan dari luar dirinya.
4. Memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam usaha merubah atau memperbaiki dirinya.
B. Strategi Pendidikan.
Dengan strategi ini orang harus belajar lagi tentang sesuatu yang dilupakan yang sebenarnya telah dipelajarinya sebelum mempelajari tingkah laku atau sikap baru. Strategi pendidikan dapat berlangsung efektif, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
1. Digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai
2. Disertai dengan keterlibatan berbagai pihak, misalnya dengan adanya, sumbangan dana, donator, serta penunjang yang lain.
3. Digunakan untuk menjaga agar klien tidak menolak perubahan atau kembali ke keadaan sebelumnya.
Strategi pendidikan akan kurang efektif jika :
1. Tidak tersedia sumber yang cukup untuk menunjang kegiatan pendidikan.
2. Digunakan dengan tanpa dilengkapi strategi yang lain.
C. Strategi bujukan.
Strategi bujukan tepat digunakan bila klien tidak berpartisipasi dalam perubahan sosial. Berada pada tahap evaluasi atau legitimasi dalam proses pengambil keputusan untuk menerima atau menolak perubahan sosial. Strategi bujukan tepat jika masalah dianggap kurang penting atau jika cara pemecahan masaalah kurang efektif serta pelaksana program perubahan tidak memiliki alat control secara langsung terhadap klien.
D. Strategi Paksaan.
Strategi dengan cara memaksa klien untuk mencapai tujuan perubahan. Apa yang dipaksa merupakan bentuk dari hasil target yang diharapkan. Penggunaan strategi paksaan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Partisipasi klien terhadap proses perubahan rendah.
2. Klien tidak merasa perlu untuk berubah.
Berikut ini akan diuraikan tentang bagaimana guru dan kepala sekolah yang akan mengadakan perubahan atau menerapkan inovasi.
A. Tujuan diadakannya inovasi perlu dimengerti dan diterima oleh guru, siswa serta orang tua dan juga masyarakat. Harus dikemukakan dengan jelas mengapa perlu ada inovasi.
B. Motivasi positif harus digunakan untuk memberikan rangsangan agar mau menerima inovasi. Motivasi dengan ancaman, dengan mengajak agar orang mengikuti yang dilakukan oleh orang lain atau dengan menasehati agar orang menghindari kegagalan, belum tentu dapat berhasil.
C. Harus diusahakan agar individu ikut berpartisipasi dalam mengambil keputusan inovasi. Guru, siswa, maupun ornag tua siswa, diberi kesempatan ikut berperan dalam mengambil keputusan menerima atau menolak inovasi.
D. Perlu direncanakan tentang evaluasi keberhasilan program inovasi. Kejelasan tujuan dan cara menilai keberhasilan penerapan inovasi, merupakan motivasi yang kuat untuk menyempurnakan pelaksanaan inovasi.
Ada beberapa srtategi pembaharuan untuk dipertimbangkan dalam rangka mencapai tujuan pembaharuan :
A. Strategi Empiris Rasional.
Asumsi dasar strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunnakan akal dan akan bertindak dengan cara-cara yang rasional. Oleh karena itu, tugas inovasi yang utama adalan mendemontrasikan pembaharuan tertentu melalui metode terbaiik yang sahih (valid) akan lebih memungkinkan pengopsianya bagi receiver.
Strategi ini didasarkan atas suatu pandangan yang optimistic, yang dapatditemikan diseluruh dunia barat, strategi ini merupakan dasar bagi praktek liberal dan riset empiris dan pendidikan umum.
Dalam pertimbangan strategi ini adalah seperti yang diketengahkan oleh benno dan chin.
1. Pemahaman dasar reserver terhadap pembaharuan riset dasar dan persebaran pengetahuan melalui pendidikan umum.
2. Pemilihan dan penempatan personal. Sering kali kesukaran dalam menjamin keberhasilan tugas pembaharuan.
3. Analisis sytem. Strategi ini adalah suatu strategi yang mendasar diri pada ilmunya.
4. Riset Terapan dan sytem-system nata rantai untuk defuse hasil-hasil riset. Strategi ini mendasarkan pada riset terapan dengan pencirian dasr pada suatupihak.
5. Pemikiran dalam utropis sebagai perubahan.
Pendekatan ini lahir dari studi tentang masa depan pendidikan seperti studi “Eropa tahun 2000”. Pada dasrnya pendekatan ini beralaskan pengetahuan masa sekarang, berusaha untuk “Meramal” masa depan. Dengan kata lain masa depan akan didasarkan atas trens dan tendensi yang dapat diopservasi sekarang ini.
Asumsi dar yang mendukung strategi Empiris rasional ialah bahwa riset itu “netral”dan”Objektif”. Cara (Model) riset ilmu social ini diambil dari ilmu-ilmu murni.
B. Strategi Normatif-Reedukatif
Strategi ini didasarkan atas tulisan-tulisan Sigmun Fleud, Jhon Devey, Kurt Lewin, dan lain-lain.dalam hal ini yang menjadi pusat kepentingan ialah persoalan mengenai bagaimana klien memahami permasalahanya. Masalah pembaharuan bukan perkara mengisi (supliying) sikap, skill, nilai-nilai, dan hubungan manusia. Pembaharuan sikap justru sama perlunya dengan perubahan produk-produk . menerima sistem nilai klien berarti mengurangi manipulasi dari luar. Pembaharuan dibatasi sehingga kekuatan yang bersifat mengaktifkan didalam system harus diubah.
Asumsi tentang motivasi ini berbeda dengan asumsi-asumsi yang mendasari sytrategi empiris rasional. Bennis, Bennen, dan Chin berkomentar tentang hal ini : “ strategi ini didasarkan atas asumsi bahwa motivasi manusia berbeda dengan setrtegiisetrategi yang mendasari sertategi empiris rasional, rasionalitas dan intelejensi manusia tidak dikesampingkan.
Norma sosial budaya didukung oleh sikap dan system nilai dari tiap-tiap individu, pandangan normative, yang menyokong komitmen-komitmen mereka. Perubahan-perubahan dalam orientasi normatif meliputi perubahan dalam sikap, nilai, skil, dan hubungan-hubungan yang berarti, tidak saja perubahan-perubahan dalam pengetahuan informasi atau alasan-alasan intelektual bagi perbuatan dan praktek.
Intelegensi lebih merupakan (noma) social ketimbang (norma) individu secara sempit. Perubahan bukan saja dalam kelengkapan yang menyangkut informasi yang rasional dari manusia, tertapi juga pada tingkat personal. Dalam kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai, seperti halnya pada tingkat social budaya merupakan perubahan-perubahan dalam struktur normative dalam aturan-aturan dan hubungan-hubungan yang diintitusialisasikan seperti halnya dalam orientasi-orientasi kognitif dan perceptual. Dalam setrategi normative-reedukatif, seorang agen merubah bekerja sama-sama dengan klienya.
Bennis, Bennen, dan Chin menekankan keterlibatan klien dalam pembaharuan. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa agen pengubahan mesti belajar bekerja secara bersekongkol de4ngan klien untuk memecahkan prolema-problema yang dihadapi klien itu. Unsure-unsur yang ada dibawah sadar (nonconcicus) mesti dibawa kedalam kesadaran dengan metode-metode serta konsep-konsep ilmu behjavioral.
Kedua kelompok strategi ini meliputi :
1. Pengembangan kemampuan memecahkan problema dari suatu sistem. Tekanannya disini adalah pada potensi sistem klien untuk mengembangkan struktur-struktur dari proses pemecahan masalah mereka.
2. Pelaksanaan serta pemeliharaan pertumbuhan didalam diri orang-orang yang menjalankan system itu untuk diubah. Disini tekananya adalah pola diri sendiri (person) sebagian unit dasar dari setiap organisasi sosial. Hal ini didasarkan atas keyakinan bahwa person akan sanggup melakukan perbuatan kreatif jika kondisi-kondisi dibuat menguntungkan.
Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak dipandang sebagi suatu hubungan antara ”pengetahuan” dan sesuatu (seseorang) yang akan berubah (seperti dalam strategi empiris-rasional). Sebaiknya, proses tersebut dipandang sebagi suatu dialog yang melibatkan seorang klien dan seorang “agen pengubah”.
Strategi-strategi normative-reedukatif yang didasarkan atas suatu pemahaman idealis akan amat memuaskan manusia dengan suatu asumsi optimistik akan kemungkinanan-kemungkinan (possibelitas) bagi perubahan yang penuh arti yang dimulai oleh individu dan melalui individu. Keefektifan setretegi ini antara lain:
a. Perubahan-perubahan mulai dengan individu dan sikapnya, dan bukan dengan stuktur sosial dapat dia hidup.
b. Seorang agen pengubah dapat bekerja dalam suatu valuc vakum.
c. Perubahan-perubahan dapat terjadi tanpa suatu perubahan dalam kekuasaan artau sesudah itu diikuti oleh perubahan dalam hubunga-hubungan kekuasaan diantara individu-individu dan kelompok-kelompok.
d. Dasar-dasar bagi perubhan yang berarti dalam consensus antara interest group yang berbeda dalam system itu.
1. Strategi Kebijakan Administratif
Kewajiban (imposition) kekuasaan ialah mengubah kondisi yang didalamnya orang lain dengan jalan membatasi alternative-alternatif atau dengan jalan menghasilkan konsekuensi – konsekuensi dari tindakan mereka.
Tentang pendekatan ini Bennis, Bennen, dan Chin mengatakan: pendekatan kebijakan administrative bukanlah pengguna kekuasaan dalam pengertian pengaruh oleh satu orang, atas orang lain atau satu kelompok atas kelompok lain, yang membedakan satu keluarga setrategi ini dari setrategi-setrategi yang sudah didiskusikan kekuasaan dalam pemahaman ini merupakan suatu bahan (ingredient) dari seluruh tindak manusia. Mereka cenderung melihat perbedaan setrategi-setrategi dalam unsure kekuasaan tempat strategi – strategi perubahan itu tergantung dan cara-cara kekuasaan dibentuk dan dipakai dalam proses perubahan.
Lebih jauh Bennis, Bennen, dan Chin menegaskan, setretegi empiris rasional juga tergantung pada kekuasaan potensial dirinya sendiri. Arus informasi dating dari orang yang memberitahu kepada orang yang belum tahu. Strategi normative reedukatif tidak menolak pentingnya pengetahuan sebagai sumber kekuasaaan. Akan tetapi pada umumnya setrategi kebijakan administrative menekankan kekuasaaan politik legal administrative dan ekonomis sebagai suatu sumber utama dari seluruh kekuasaan.
Lebih spesifik lagi Bennis, Bennen, dan Chin mengetengahkan sub setrategi sebagai berikut :
a. Setrategi tanpa kekerasan (Non Violence Setrategi).
Setrategi ini dikembangkan oleh mahasiswa – mahasiswa, dan telah dipakai oleh sekolah-sekolah sebagi salah satu setrategi utama untuk mengubah kondisi – kondisi.
b. Gunakan lembaga-lembaga politik untuk mencapai perubahan-perubahan dalam pendidikan, kekuasaan politik merupakan peristiwa yang sangat sering kita temukan, khususnya bila pendapat-pendapat (suara) mayoritas telah digunakan untuk memperkenalkan perubahan-perubahan dalam system.
c. Perubahan melalui rekomendasi dan manipulasi elit-elit kekuasaan
Pembaharuan tidak dapat dicapai melalui konsensus, tetapi akan selalu dicapai melaui konflik-konflik dan redistribusi kekuasaan.
2. Strategi Gabungan Politik
Dalam pendidikan, setrategi yang bersifat memaksa telah digunakan untuk beberapa tujuan pengguna prosedur-prosedur pemilihan, baik untuk para guru maupun untuk para siswa. Yang dapat dipandang sebagi satu strategi administratif. Sistem ganjaran (pemberian pujian atau hadiah) dah hukuman bagi para guru juga bagi siswa merupakan variasi lain dari strategi semacam ini.
C. Strategi Kebijakan Administratif dan Strategi Gabungan Politik Administratif
1. Strategi Kebijakan Administratif
a. Menurut Bennis, Bennen, dan Chin mengatakan :
“Pendekatan kebijakan administrative bukanlah pengguna kekuasaan dalam pengertian pengaruh oleh satu orang atas orang lain atau oleh satu kelompok lain, yang membedakan keluarga setrategi ini dan setratyegi yang sudah didiskusikan.
b. Bennis, Bennen, dan Chin mengetengahkan sub setrategi
1) Strategi tanpa kekerasan (Non Violence Setrategi).
Ini dikembangkan oleh mahasiswa-mahasiswa yang telah dipakai oleh sekolah-sekolah sebagai salah satu setyrategi utama untuk mengubah kondisi-kondisi.
2) Gunakan lembaga-lembaga politik untuk mencapai perubahan dalam pendidikan.
3) Perubahan melalui rekomentasi dan maniulasi elit-elit kekuasaan.
2. Strategi Gabungan Politik Administratif
Dalam pendidikan, setrtegi yang bersifat memaksa telah digunakan untuk beberapa tujuan penggunaan prosedur-prosedur pemilihan, baik untuk para guru maupun untuk para siswa, yang dipandang sebagi sebagi satu setrategi administratif.
Adapun satu perbedaan yang jelas antara setrategi politik administrative dan setrategi yang digambarkan diatas. Perbedaan-perbedaan ideology dan nilai-nilai interest group telah diperlibatkan melalui kekuasaan yang terbukan.

KERANGKA KERJA INOVASI

A. Pendahuluan
Kata’’ inovasi’’sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan ( s. wojowosito,1972) . inovasi kadang-kadang juga di pakai untuk menyatakan temuan karena hal hal baru penemuan. Inovasi ialah suatu ide tentang barang, kejadian, metode yang di rasakan atau di amati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau masyaraka. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah tertentu. Menurut Prof. Azis , Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genius dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa ide, proses dan produk dalam berbagai bidang.
Dalam kontek pendidikan, Inovasi ialah suatu ide tentang barang, metode yang di rasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau masyarakat baik berupa penemuan baru atau pengembangan yang di gunakan untuk mencapai tujuan pendidikan untuk memecahkan masalah pendidikan. Inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pendidikan. Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi pembelajaran, prosedur supervise serta pengelolaan informasi pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pendidikan.
B. Pengertian Inovasi Pendidikan
Inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang ( masyarakat) baik berupa hasil invensi atau discovery yang di gunakan untuk mencapai tujuan pendidikan untuk memecahkan masalah pendidikan
Berikut ini contoh inovasi pendidikan dalam setiap komponen pendidikan atau komponen sistem sosial sesuai dengan pola yang di kemukakan oleh B.miles ,dengan perubahan isi sesuai dengan perkembangan pendidikan dewasa ini:
 Pembiayaan personalia: Yaitu menambah suntikan pembiayaan personalia sehingga lebih efektif
 Banyaknya personal dan wilayah kerja : Yaitu menambah personal dan wilayah kerja dalam rangka mensukseskan diberlakukannya inovasi tersebut
 Fasilitas fisik : Yaitu menambah fasilitas fisik yang mendukung berlangsungnya inovasi
 Penggunaan waktu : Yaitu menambah efisiensi waktu
 Perumusan tujuan : Yaitu mengubah struktur tujuan untuk lebih terperinci dan lebih mendalam
 Prosedur : Yaitu Membuat proseduran yang lebih terperinci
 Peran yang di perlukan : Yaitu Menambah beberapa peran yang diperlukan
 Wawasan dan perasaaan : Yaitu menambah wawasan dengan tidak mengabaikan perasaan
 Bentuk hubungan antar (mekanisme kerja) : Yaitu membangun hubungan yang lebih baik sehingga mekanisme kerja berjalan dengan lancer.
 Hubungan dengan sistem lainya : Yaitu memperhitungkan hubungan dengan sistem lainnya sehingga tidak mempengaruhi komponen – komponen yang ada
 Strategi : Yaitu Mengatur strategi yang matang dengan langkah – langkah sebagai berikut:
 Desain : Membuat desain yang lebih baik
 Kesadaran dan perhatian : Memperhatikan aspek kesadaran dan perhatian
 Evaluasi : Mengevaluasi secara rutin inovasi yang ada sehingga kelemahan yang ada dapat segera diantisipasi
Dalam proses inovasi terdapat Slogan “change is a process, not an event “. Inovasi adalah suatu perubahan yang merupakan sebuah proses dan bukan sebuah peristiwa yang langsung terjadi saat itu dengan dampak yang hanya seketika saja dirasakan. Oleh karena itulah sebuah inovasi tidak dapat diterima secara langsung begitu saja, tetapi membutuhkan waktu yang relative apakah lama atau sebentar dalam prosesnya untuk mempengaruhi para calon adopter agar menerima sebuah inovasi tersebut. Faktor yang mempengaruhi proses adopsi inovasi oleh para adopter, yaitu: (1) Sifat inovasi yang diterima, apakah bermanfaat atau tidak,(2) Type keputusan, otoriter, kolektif, kontingen atau opsional, (3) Saluran komunikasi yang digunakan, (4) Sistem sosial yang ada, (5) usaha promosi yang dilakukan.
Faktor tersebut tentunya berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dari inovasi tersebut. Dimana proses pengambilan keputusan inovasi adalah sebuah proses dimana seseorang mengetahui adanya inovasi sampai pada pembentukan sikap terhadap inovasi, memutuskan menerima atau menolak, melaksanakan inovasi dan menegaskannya. Proses tersebut terdiri dari:
• Pengetahuan, dimana faktor yang berperan dalam hal ini adalah penggunaan saluran komunikasi yang dilakukan dengan usaha promosi yang dilakukan secara gencar. Komunikasi dengan menggunakan media massa cukup efektif untuk memberikan pengetahuan kepada calon adopter.
• Persuasi, untuk dapat mengajak dan membujuk para calon adopter sangat efektif kalo kita memperhitungkan factor system sosial yang ada, type keputusan yang digunakan dan juga usaha promosi yang berkelanjutan serta kita menggunakan saluran komunikasi antar personal.
• keputusan, agar calon adopter dapat memutuskan apakah ia akan ikut atau tidak terhadap inovasi yang ada, maka factor sifat informasi berupa bernilai manfaat atau tidak inovasi itu menjadi penting untuk diperhatikan selain 4 faktor yang lain.
• Implementasi dan
• Konfirmasi merupakan hasil komulatif setelah adopter membuat keputusan bahwa ia menerima inovasi dengan melaksanakannya kemudia ia mengevaluasi apakan akan ia terima seterusnya atau tidak akan mereka lanjutkan inovasi tersebut.
Tipe-tipe calon adopter dalam dunia pendidikan sangat relative tergantung inovasi itu berasal dari mana, karena inovasi pendidikan dapat lahir dari mana saja, apakah dari kelembagaan seperti pemerintahan, badan pendidikan baik negeri maupun swasta atau dari individual seperti guru, orang ahli atau masyarakat umum. Dewasa ini inovasi pendidikan lebih banyak bersumber dari kelembagaan pemerintah karena mereka memiliki kewenangan terhadap kebijakan pendidikan di suatu negara. Adapun type calon adopternya adalah sebagai berikut:
• Innovator : berasal dari pemerintahan, biasanya lahirnya dari badan penelitian dan pengembangan yang merupakan bagian dari organisasi pemerintahan tersebut.
• early adaptor : para pimpinan dan staf lembaga di tingkat pemerintahan pusat dan daerah.
• early majority : para pimpinan sekolah, guru, staf dan siswa serta masyarakat yang memiliki hubungan secara khusus dengan sekolah ( orang tua siswa).
• late majority : masyarakat yang tidak memiliki hubungan langsung dengan sekolah tetapi memiliki tatanan nilai sosial yang terbuka ( peduli akan pendidikan)
• Laggard : masyarakat yang tidak memiliki hubungan langsung dengan sekolah dan masih memiliki nilai sosial yang terbelakang ( misalnya suku baduy di Lebak, Banten).


C. Strategi Inovasi Pendidikan
Strategi adalah suatu cara atau tehnik untuk meyebarkan inovasi, Dalam proses penyebaranyan inovasi ini tidaklah mudah untuk dilakukan secara cepat, tetapi akan menggunakan proses yang sangat rumit sehingga penyebaranyapun menggunakan sebuah setrategi. Dalam proses penginovasian akan lebih mudah diterapkan jika kita akan menggunakan sebuah tehnik-tehnik tertentu melalui setrategi yang akan digunakan. Dengan adanya setrategi maka hambatan-hambatan inovasi akan lebih mudah diatasi.
Salah satu faktor yang ikut menentukan efektivitas pelaksanaan program perubahan Sosial adalah ketepatan penggunaan strategi, tetapi memilih strategi yang tepat bukan pekerjaan yang mudah.
Ada empat macam strategi :
1. Strategi Fasilitatif
Pelaksanaan program perubahan sosial dengan menggunakqan strategi fasilitatif artinya untuk mencapai tujuan perubahan perubahan sosial yang telah ditentukan, diutamakan penyediaan fasilitas dengan maksud agar program sosial akan berjalan dengan mudah dan lancar. Strategi fasilitatif akan dapat digunakan dengan tepat jika :
Mengenal masalah yang dihadapi serta menyadari perlunya mencari target perubahan.
Merasa perlu adanya perubahan.
Bersedia menerima bantuan dari luar dirinya.
Memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam usaha merubah atau memperbaiki dirinya.
2. Strategi Pendidikan.
Dengan strategi ini orang harus belajar lagi tentang sesuatu yang dilupakan yang sebenarnya telah dipelajarinya sebelum mempelajari tingkah laku atau sikap baru. Strategi pendidikan dapat berlangsung efektif, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
 Digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai
 Disertai dengan keterlibatan berbagai pihak, misalnya dengan adanya, sumbangan dana, donator, serta penunjang yang lain.
 Digunakan untuk menjaga agar klien tidak menolak perubahan atau kembali ke keadaan sebelumnya.
Strategi pendidikan akan kurang efektif jika :
 Tidak tersedia sumber yang cukup untuk menunjang kegiatan pendidikan.
 Digunakan dengan tanpa dilengkapi strategi yang lain.
3. Strategi bujukan.
Strategi bujukan tepat digunakan bila klien tidak berpartisipasi dalam perubahan sosial. Berada pada tahap evaluasi atau legitimasi dalam proses pengambil keputusan untuk menerima atau menolak perubahan sosial. Strategi bujukan tepat jika masalah dianggap kurang penting atau jika cara pemecahan masaalah kurang efektif serta pelaksana program perubahan tidak memiliki alat control secara langsung terhadap klien.
4. Strategi Paksaan.
Strategi dengan cara memaksa klien untuk mencapai tujuan perubahan. Apa yang dipaksa merupakan bentuk dari hasil target yang diharapkan. Penggunaan strategi paksaan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
 Partisipasi klien terhadap proses perubahan rendah.
 Klien tidak merasa perlu untuk berubah.
Berikut ini akan diuraikan tentang bagaimana guru dan kepala sekolah yang akan mengadakan perubahan atau menerapkan inovasi.Tujuan diadakannya inovasi perlu dimengerti dan diterima oleh guru, siswa serta orang tua dan juga masyarakat. Harus dikemukakan dengan jelas mengapa perlu ada inovasi.
Motivasi positif harus digunakan untuk memberikan rangsangan agar mau menerima inovasi. Motivasi dengan ancaman, dengan mengajak agar orang mengikuti yang dilakukan oleh orang lain atau dengan menasehati agar orang menghindari kegagalan, belum tentu dapat berhasil.
Harus diusahakan agar individu ikut berpartisipasi dalam mengambil keputusan inovasi. Guru, siswa, maupun ornag tua siswa, diberi kesempatan ikut berperan dalam mengambil keputusan menerima atau menolak inovasi.
Perlu direncanakan tentang evaluasi keberhasilan program inovasi. Kejelasan tujuan dan cara menilai keberhasilan penerapan inovasi, merupakan motivasi yang kuat untuk menyempurnakan pelaksanaan inovasi.
Ada beberapa srtategi pembaharuan untuk dipertimbangkan dalam rangka mencapai tujuan pembaharuan :
 Strategi Empiris Rasional.
Asumsi dasar strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunnakan akal dan akan bertindak dengan cara-cara yang rasional. Oleh karena itu, tugas inovasi yang utama adalan mendemontrasikan pembaharuan tertentu melalui metode terbaiik yang sahih (valid) akan lebih memungkinkan pengopsianya bagi receiver.
Strategi ini didasarkan atas suatu pandangan yang optimistic, yang dapatditemikan diseluruh dunia barat, strategi ini merupakan dasar bagi praktek liberal dan riset empiris dan pendidikan umum.Dalam pertimbangan strategi ini adalah seperti yang diketengahkan oleh benno dan chin.
 Pemahaman dasar reserver terhadap pembaharuan riset dasar dan persebaran pengetahuan melalui pendidikan umum.
 Pemilihan dan penempatan personal. Sering kali kesukaran dalam menjamin keberhasilan tugas pembaharuan.
 Analisis sytem. Strategi ini adalah suatu strategi yang mendasar diri pada ilmunya.
 Riset Terapan dan sytem-system nata rantai untuk defuse hasil-hasil riset. Strategi ini mendasarkan pada riset terapan dengan pencirian dasr pada suatupihak.
 Pemikiran dalam utropis sebagai perubahan.
 Strategi Normatif-Reedukatif
Strategi ini didasarkan atas tulisan-tulisan Sigmun Fleud, Jhon Devey, Kurt Lewin, dan lain-lain.dalam hal ini yang menjadi pusat kepentingan ialah persoalan mengenai bagaimana klien memahami permasalahanya. Masalah pembaharuan bukan perkara mengisi (supliying) sikap, skill, nilai-nilai, dan hubungan manusia. Pembaharuan sikap justru sama perlunya dengan perubahan produk-produk . menerima sistem nilai klien berarti mengurangi manipulasi dari luar. Pembaharuan dibatasi sehingga kekuatan yang bersifat mengaktifkan didalam system harus diubah.
Asumsi tentang motivasi ini berbeda dengan asumsi-asumsi yang mendasari sytrategi empiris rasional. Bennis, Bennen, dan Chin berkomentar tentang hal ini : ” strategi ini didasarkan atas asumsi bahwa motivasi manusia berbeda dengan setrtegiisetrategi yang mendasari sertategi empiris rasional, rasionalitas dan intelejensi manusia tidak dikesampingkan.
Norma sosial budaya didukung oleh sikap dan system nilai dari tiap-tiap individu, pandangan normative, yang menyokong komitmen-komitmen mereka. Perubahan-perubahan dalam orientasi normatif meliputi perubahan dalam sikap, nilai, skil, dan hubungan-hubungan yang berarti, tidak saja perubahan-perubahan dalam pengetahuan informasi atau alasan-alasan intelektual bagi perbuatan dan praktek.
Intelegensi lebih merupakan (noma) social ketimbang (norma) individu secara sempit. Perubahan bukan saja dalam kelengkapan yang menyangkut informasi yang rasional dari manusia, tertapi juga pada tingkat personal. Dalam kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai, seperti halnya pada tingkat social budaya merupakan perubahan-perubahan dalam struktur normative dalam aturan-aturan dan hubungan-hubungan yang diintitusialisasikan seperti halnya dalam orientasi-orientasi kognitif dan perceptual. Dalam setrategi normative-reedukatif, seorang agen merubah bekerja sama-sama dengan klienya.
Bennis, Bennen, dan Chin menekankan keterlibatan klien dalam pembaharuan. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa agen pengubahan mesti belajar bekerja secara bersekongkol de4ngan klien untuk memecahkan prolema-problema yang dihadapi klien itu. Unsure-unsur yang ada dibawah sadar (nonconcicus) mesti dibawa kedalam kesadaran dengan metode-metode serta konsep-konsep ilmu behjavioral.
Kedua kelompok strategi ini meliputi :
• Pengembangan kemampuan memecahkan problema dari suatu sistem. Tekanannya disini adalah pada potensi sistem klien untuk mengembangkan struktur-struktur dari proses pemecahan masalah mereka.
• Pelaksanaan serta pemeliharaan pertumbuhan didalam diri orang-orang yang menjalankan system itu untuk diubah. Disini tekananya adalah pola diri sendiri (person) sebagian unit dasar dari setiap organisasi sosial. Hal ini didasarkan atas keyakinan bahwa person akan sanggup melakukan perbuatan kreatif jika kondisi-kondisi dibuat menguntungkan.
Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak dipandang sebagi suatu hubungan antara “pengetahuan” dan sesuatu (seseorang) yang akan berubah (seperti dalam strategi empiris-rasional). Sebaiknya, proses tersebut dipandang sebagi suatu dialog yang melibatkan seorang klien dan seorang “agen pengubah”.
Strategi-strategi normative-reedukatif yang didasarkan atas suatu pemahaman idealis akan amat memuaskan manusia dengan suatu asumsi optimistik akan kemungkinanan-kemungkinan (possibelitas) bagi perubahan yang penuh arti yang dimulai oleh individu dan melalui individu. Keefektifan setretegi ini antara lain:
• Perubahan-perubahan mulai dengan individu dan sikapnya, dan bukan dengan stuktur sosial dapat dia hidup.
• Seorang agen pengubah dapat bekerja dalam suatu valuc vakum.
Perubahan-perubahan dapat terjadi tanpa suatu perubahan dalam kekuasaan artau sesudah itu diikuti oleh perubahan dalam hubunga-hubungan kekuasaan diantara individu-individu dan kelompok-kelompok.
.
 Strategi Kebijakan Administratif dan Strategi Gabungan Politik Administratif
Menurut Bennis, Bennen, dan Chin mengatakan :
“Pendekatan kebijakan administrative bukanlah pengguna kekuasaan dalam pengertian pengaruh oleh satu orang atas orang lain atau oleh satu kelompok lain, yang membedakan keluarga setrategi ini dan setratyegi yang sudah didiskusikan.
Bennis, Bennen, dan Chin mengetengahkan sub setrategi
o Strategi tanpa kekerasan (Non Violence Setrategi) : Ini dikembangkan oleh mahasiswa-mahasiswa yang telah dipakai oleh sekolah-sekolah sebagai salah satu setyrategi utama untuk mengubah kondisi-kondisi.
o Gunakan lembaga-lembaga politik untuk mencapai perubahan dalam pendidikan.
o Perubahan melalui rekomentasi dan maniulasi elit-elit kekuasaan.
o Strategi Gabungan Politik Administratif
Dalam pendidikan, setrtegi yang bersifat memaksa telah digunakan untuk beberapa tujuan penggunaan prosedur-prosedur pemilihan, baik untuk para guru maupun untuk para siswa, yang dipandang sebagi sebagi satu setrategi administratif.
Adapun satu perbedaan yang jelas antara setrategi politik administrative dan setrategi yang digambarkan diatas. Perbedaan-perbedaan ideology dan nilai-nilai interest group telah diperlibatkan melalui kekuasaan yang terbukan.

ATRIBUT INOVASI DAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN ADOPSI

Suatu inovasi jika didifusikan kepada calon adopter, maka yang dilakukan oleh calon adopter adalah melakukan penilaian atas karakteristik dari inovasi tersebut setelah mereka memiliki pengetahuan yang cukup mengenai inovasi tersebut. Penilaian tentu saja dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya setelah calon adopter memperoleh informasi yang cukup mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi. Penilaian yang dilakukan oleh calon adopter didasarkan kepada persepsi masing-masing, dan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pribadi dan sosialnya.
Persepsi adopter terhadap sesuatu biasanya berkenaan dengan keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemudahan diamati, dan kemungkinan dicoba dari inovasi.
A. Atribut Inovasi
Atribut atau karakteristik inovasi berkenaan dengan keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemudahan diamati, dan kemungkinan dicoba dari inovasi menurut persepsi calon adopter dan akan dijadikan dasar untuk menilai inovasi.
1. Keuntungan relatif
Suatu inovasi dapat dilihat keuntungan relatifnya bagi para penggunanya. Calon adopter menilai sesuatu hal baru berdasarkan keuntungan relatif dari hal baru tersebut menurut persepsinya. Keuntungan tersebut bisa bersifat ekonomis ataupun non ekonomis. Suatu inovasi dipersepsikan memiliki keuntungan relatif tinggi jika inovasi tersebut dinilai oleh calon adopter sebagai inovasi yang dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomis dan sekaligus mendatangkan keuntungan non ekonomis seperti peningkatan status dan meningkatkan gengsi.
Keuntungan relatif suatu gengsi dapat diketahui setelah inovasi tersebut dibandingkan dengan inovasi sebelumnya atau dengan inovasi sejenis. Calon adopter menilai keuntungan relatif suatu inovasi berdasarkan pengetahuannya tentang inovasi dan atas dasar kepentingan dirinya.
2. Kesesuaian
Suatu inovasi dapat dilihat kesesuaiannya dengan beberapa hal. Calon adopter menilai inovasi berdasarkan kesesuaian antara inovasi tersebut dengan ide, cara yang telah ada sebelumnya, kesesuaiannya dengan nilai-nilai atau norma yang berlaku, dan kesesuaian dengan berbagai latar belakang lainnya.
3. Kerumitan
Suatu inovasi juga biasanya dilihat dari tingkat kerumitannya. Calon adopter akan menilai apakah suatu inovasi itu dianggap rumit atau simpel dalam hal penggunaannya. Semakin rumit penggunaan suatu inovasi menurut pandangan calon adopter, maka akan smakin rendah tingkat adopsinya, sebaliknya semakin simpel penggunaan suatu inovasi menurut pandangan calon adopter akan semakin tinggi tingkat adopsinya.
4. Kemudahan diamati
Suatu inovasi juga dilihat dari kemudahan diamati hasilnya apabila inovasi tersebut digunakan.
5. Kemungkinan dicoba
Suatu inovasi akan dinilai oleh calon adopter dalam hal kemungkinannya untuk dicoba. Apabila suatu inovasi memiliki sifat mudah dicoba, maka biasanya lebih berpotensi untuk menyebarluas dimasyarakat secara lebih cepat.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi
Memprediksi keinovativan adalah upaya menerapkan suatu cara dan hasil penelitian untuk dapat memperkirakan atau meramalkan suatu penyebaran inovasi di masa yang akan datang.
Prosedur statistik yang dikembangkan untuk menganalisis dan menjelaskan varian dalam suatu variabel terikat dalam kaitannya dengan berbagai variabel bebas adalah korelasi ganda. Tujuan utama korelasi ganda adalah untuk memprediksi varian maksimum dalam variabel terikat yang dalam hal ini adalah keinovativan.
Variabel prediktor yang paling banyak diteliti dan dihubungkan dengan keinovativan adalah atribut inovasi. Bagaimanapun hasil-hasil penelitian tersebut dapat dimanfaatkan untuk memprediksi kecepatan adopsi inovatif. Beberapa pendekatan yang berguna untuk membantu memprediksi keinovativan antara lain adalah melalui :
1. Ekstrapolasi dari kecepatan adopsi inovasi di masa lampau untuk inovasi lain di masa depan
2. Mendiskripsikan inovasi hipotesis pada adopter yang berpotensi dan menilai atributnya untuk memprediksi kecepatan adopsi
3. Dengan penelusuran penerimaan suatu inovasi pada tahap sebelum difusi atau ketika dalam ujicoba.
Tidak ada satu teknik pun yang paling sempurna untuk memprediksi kecepatan adopsi suatu inovasi di masa depan. Penelitian tentang prediksi keinovativan akan lebih berguna jika diarahkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi keputusan inovasi oleh individu.
Selain variabel prediktor di atas ada beberapa hal yang berdasarkan pengalaman dapat digunakan untuk memprediksi keinovativan, yaitu masalah penamaan inovasi dan posisi penempatan inovasi atau ‘positioning’, serta usaha agen pembaharuan.


 Penamaan inovasi
Nama memiliki peran dalam menentukan diterima atau tidaknya suatu inovasi pada suatu masyarakat. Nama yang baik dan cocok dengan calon adopter harus dipilih untuk sesuai inovasi, sebab nama yang pas akan memperlancar proses adopsi dan sebaliknya nama yang kurang pas akan menyebabkan inovasi akan terhambat dan cenderung ditolak. Nama yang sulit dieja, misalnya akan susah diingat, oleh karena itu seringkali penamaan inovasi digunakan akronim atau diberikan nama popular yang mudah dikenal.
 Penempatan (positioning) inovasi
Pengambilan posisi inovasi biasanya dilakukan melalui suatu penelitian. Dengan suatu penelitian akan dapat diketahui ide-ide terdahulu yang terkait dengan inovasi dan bagaimana ‘nasibnya’. Kegagalan atau keberhasilan ide-ide terdahulu tersebut dapat dijadikan landasan untuk memperkenalkan ide baru. Difusi suatu inovasi yang posisinya berusaha menggantikan posisi suatu inovasi yang gagal akan merupakan pekerjaan yang berat, karena resiko kegagalannya cukup tinggi. Seringkali juga suatu inovasi mengambil posisi sebagai ‘produk mutakhir dari merk tertentu’ atau ;merupakan penyempurnaan dari produk inovatif sebelumnya’ dan dipromosikan sebagai yang ‘ter…’ atau yang paling.


Faktor waktu dalam proses keputusan adopsi
Proses pengambilan keputusan adopsi inovasi diukur dari lamanya kurun waktu yang diperlukan sangat bervariasi. Pengambilan keputusan adopsi inovasi oleh seseorang bisa memerlukan waktu sampai bertahun-tahun. Waktu yang lebih lama diperlukan untuk pengambilan keputusan adopsi yang bersifat kolektif.
Semakin inovasi tersebut memiliki atribut-atribut atau karakteristik yang positif, maka semakin cepat pula proses keputusan diadopsinya.

INOVASI DALAM ORGANISASI

A. Pengertian Organisasi
Organisasi adalah suatu sistem yang stabil, yang merupakan perwujudan kerja sama antara individu-individu untuk mencapai tujuan bersama, dengan mengadakan jenjang dan pembagian tugas tertentu. Orang membuat organisasi dengan maksud agar dapat mengerjakan tugas rutin dalam keadaan yang stabil
(mantap). Kondisi yang stabil akan menimbulkan efisiensi kerja. Kestabilan organisasi kan mencapai jika organisasi memenuhi beberapa persyaratan anatar lain:
1. Memeliki tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Dengan rumusan tujuan yang jelas akan emmpermudah untuk menentukan struktur dan fungsi organisai tersebut. Misalnya tujuan yang akan dicapai organisasi itu bidang politik maka tentu struktur dan fungsinya akan berbeda degan organisasi yang tujuannya bidang kesenian atau bidang polotik.
2. Memeiliki tugas yang jelas. Tugas yang akan dikerjakan oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuan harus dibagi-bagikan kepada anggotanay dengan cara menentukan posisi, dan pembagian tugas yang jelas.
3. Memiliki kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak semua posisi memilki kewenangan yang sama. Dalam organisasi formal harus ada kejelasan perbedaan wewenang posisi yang satu dengan yang lain.
4. Memiliki aturan dasar (umum) dan aturan khusus. Sering juga terkenal dengan istilah memeilki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Aturan dasar yang menjelaskan pokok-pokok aturan organisasi misalnya tujuannya, syarat menjadi anggota, susunan kepengurusan, pokok usaha atau kegiatan yang dilakukan. Sedangkan aturan khusus sebagai jabaran atauran umum membuat perincian kegiatan serta melakukan kegiatan . misalnya mengatur tentang rapat atau pertemuan yang harus diadakan, cara pembentukan pengurus, syarat-syarat kepengurusan dan sebagainya.
5. Pola hubungan informal. Setiap organisasi formal tentu akan memilki karakteristik tersendiri yang ditandai dengan adanya berbagai macam cirri hubungan informal berdasarkan norma dan hubungan social antar anggota-anggotanya.


B. Kepekaan Organisasi Terhadap Inovasi
Pada mulanya penelitian difusi inovasi pada sasaran individual seperti petani, warga masyarakat dan sebagainya. Tetapi kemudian ketika pola penelitian ini dikembangkan untuk meneliti dokter dirumah sakit, guru disekolah, maka muncul pemikiran bahwa anggota dari suatu organisasi. Maka mulai tahun 1960 diadakan penelitian tentang difusi inovasi dengan sasran organisasi. Di antara hasil penelitian itu mengemukakan adanya kepekaan organisasi terhadap inovasi, artinya organisasi yang bagaimana yang lebih peka terhadap inoavsi (lebih cepat menerima inovasi).
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi kepekaasn organisasi terhadap inovasi, yaitu :
1. Ukuran suatu organisasi. Makin besar ukuran suatu organisasi makin cepat menerima inovasi. Makin besar ukuran organisasi makin cepat menerima inovasi.
2. Karakteristik struktur organisasi dengan dimensi-dimensi; sentralisasi, kompleksitas, formalitas, dan keterbukaan.
a. Sentralisasi. Artinya kewenangan dan kekuasaan dalam organisasi dikendalikan oleh beberapa orang tertentu. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
b. Kompleksitas. Artinya suatu organisasi terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dan pengetahuan yang tinggi. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
c. Formalitas. Artinya organisasi ini selalu menekankan pada prosedur dan aturan-aturan baku dalam berogranisasi. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
d. Keakraban hubungan antar anggota. Hal ini juga jelas mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
e. Kelenturan organisasi. Artinya sejauh mana organisasi mau menerima sumber dari luar yang tidak ada kaitannya secara formal. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
3. Karakteristik perorangan (pemimpin). Ketika seorang pemimpin memiliki sikap yang terbuka terhadap inovasi maka semakin cepat organisasi itu menerima inovasi.
4. Karakteristik eksternal organisasi. Hal ini berkaitan dengan sistem yang di anut oleh organisasi. Apabila organisasi tersebut menganut sistem terbuka dalam arti mau menerima pengaruh dari luar sistem, maka organisasi tersebut akan cepat menerima inovasi.

C. Keputusan Inovasi Dalam Organisasi
Pengambilan keputusn dalam organisasi mmegang peranan yang sangat penting karena dampak dari keputusan itu akan mempunyai pengaruh yang sangat besar artinya bagi organisasi. Dengan pengambilan keputusan yang tepat dapat memajukan organisasi atau sebaliknya karena kesalahan mengambil keputusan justru dapat merugikan organisasi. Pengambilan keputusan dalam organisasi misalnya untuk memeutuskan untuk menerima atau menolak suatu inovasi, memutuskan metode apa yang tepat untuk menrapkan inovasi dan sebagainya.
Ada perbedaan antara pengambilan keputusan inovasi dan pengambilan keputusan yang bukan inovasi. Pada umumnya pengambilan keputusan bukan inovasi melalui 4 langkah, yaitu:
1. Tersedia berbagai alternative tantangan kegiatan yang harus dilakukan atau berbagai tindakan yang harus diambil
2. Tersedia serangkaian konsekuensi dari setiap altyernatif kegiatan atau tindakan yang akan diambil atau dipilih
3. Menyusun urutan atau rangking konsekuensi dari setiap alternatif berdasarkan kemanfaatannya bagi organisasi
4. Memilih salah satu alternatif yang paling menguntungkan dan paling mudah dilaksanakan (memutuskan menentukan satu pilihan).

Dalam proses keputusan tersebut para pembuat keputusan sudah memahami berbagai alternatif dengan segala konsekuensinya, tinggal pertimbangannya mana yang paling tepat untuk dipilih dengan dasar dapat dilaksanakn dan menguntungkan bagi organisasi.
Keputusan inovasi berbeda dengan pola tersebut, karena pada saat akan mengambil keputusan para pengembilan keputusan dihadapkan pada berbagai kemungkinan. Mungkin mereka (para pengambil keputusan), telah mengetahui dengan pasti tentang inovasi yang dihaapi. Segala informasi telah diketahi. Tetapi hal ini jarang terjadi karena yang dikatakan inovasi ialah suatu yang dirasakan atau diamati baru bagi seseoarang. Mungkin mereka dalam kondisi berani untuk mengambil resiko terhadap inovasi. Artinya mereka telah mengetahui dengan jelas segala kemungkinan yang akan terjadi dengan berbagai alternative, tetapi belum mencoba. Sehingga harus berani mengambil resiko. Kemungkinan yang terakhir dan banyak terjadi dalam pengambilan keputusan inovasi ialah mereka dalam kondisi serba belum pasti terhadap inovasi. Dengan serba belum pasti maka tidak mengetahui apa resiko yang akan diambil jika mereka menerima inovasi atau menolak inovasi. Untuk menghilangkan kondisi ketidak tentuan maka mereka harus mencari infromasi tentanga apa, mengapa, bagaimana inovasi yang dihadapi.
Dalam organisasi yang mendorong atau merangsang adanya inovasi ialah terjadinya kesenjangan penampilan (performance gaps). Kesenjangan penampilan terjadi dalam organisasi jika ada perbedaan antara apa yang ditampilkan oleh organisasi (apa yang Nampak diperbuat oleh organisasi) dengan apa yang menurut pengambil keputusan harus terjadi (seharusnya terjadi). Misalnya apa yang dihasilkan organisasi (perusahaan) sehari hanya seratus potong barang, padahal menurut pengambil keputusan (pimpinan) seharusnya sehari dua ratus potong barang. Maka dikatakan tyerjadi kesenjangan pimpinan. Untuk mengatasinya perlu dicari cara-cara baru atau inovasi.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kesenjangan penampilan ini, yaitu :
1. Apabila penentuan kriteria keberhasilan penampilan suatu organisasi tidak tepat.
2. Apabila suatu organisasi ingin meningkatkan kualitas penampilannya
3. Apabila terjadi perubahan intern organisasi :
a. Adanya pemimpin atau pejabat baru yang membawa aturan dan harapan baru, tentu akan menimbulkan kesenjangan penmapilan
b. Perubahan teknologi.
4. Apabila terjadi perubahan di luar organisasi (faktor lingkungan).
a. Permintaan kebutuhan atau layanan dari masyarakat berubah.
b. Terjadinya perubahan karena teknologi varu yang digunakan secara luas.
c. Terjadi perubahan organisasi sebagai dampak dari kerja sama dengan unit luar organisasi.

Tipe-Tipe Pengambilan Keputusan Inovasi Dalam Organisasi
Ada dua tipe pengambilan keputusan inovasi yang sering digunakan dalam organisasi, perbedaannya adalah sejauh mana anggota organisasi dapat ikut berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, kedua tipe itu ialah :
1. Keputusan Otoritas
Keputusan otoritas dibuat oleh seorang atau sekelompok kecil orang-orang yang sering disebut juga sebagai “kelompok dominan” dalam suatu organisasi. Dalam hal ini keputusan untuk menolak atau menerima inovasi dipaksakan kepada anggota organisasi oleh para petinggi organisasi. Ada dua macam keputusan otoritas yang sering dgunakan dalam organisasi formal yaitu :
a. Keputusan otoritas dengan partisipasi anggota organisasi (pendekatan partisipatif).
Rogers dan Soemaker (1971) membuat hipotesa bahwa kecepatan penerimaan inovasi lebih cepat dengan menggunakan pendekatan otoritatif.
b. Keputusan otoritas tanpa partisipasi anggota organisasi (pendekatan otoritatif).
Zaltman, Duncan dan Holbek (1973) mengemukakan bahwa perubahan yang disebarkan dengan menggunakan pendekatan otoritatif banyak yang tidak berkelanjutan daripada perubahan yang disebarkan menggunakan pendekatan partisipatif.
Keputusan otoritas biasanya dipandang lebih efisien karena urutan pentahapan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.

2. Keputusan Kolektif
Rogers dan Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan kolektif sebagai suatu cara yang digunakan para anggota sistem sosial untuk menerima atau menolak inovasi dengan kesepakatan bersama dan semua anggota harus menerima keputusan yang telah dibuat bersama tersebut. Keputusan kolektif biasanya digunakan oleh organisasi yang dibentuk secara suka rela, misalnya organisasi kesenian atau olahraga.
Menurut Schein, ada dua hal yang menghambat dilaksanakannya pengambilan keputusan, yaitu :
a. Anggota minoritas sering merasa tidak cukup waktu pada saat mendiskusikan hal yang diputuskan itu, sehingga mereka belum memahami secara mendalam.
b. Kelompok minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan suara itu terjadi dua kelompok yang bersaing, saat ini mereka kalah dan mereka akan menunggu kesempatan untuk berjuang mendapatkan kemenangan pada pemungutan suara di waktu yang akan datang.

Tipe keputusan kolektif dapat memberikan fasilitas proses inovasi dalam beberapa cara, antara lain :
a. Terjadi mekanisme umpan balik secara internal.
b. Setiap anggota mendapat kesempatan untuk dapat memahami akan kebutuhan inovasi.
c. Memberikan kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi.
d. Meningkatnya kerja sama antar anggota dalam proses keputusan inovasi juga akan mempengaruhi kelancaran implementasi.
Proses keputusan inovasi secara kolektif sangat tepat digunakan dan akan efektif apabila partisipan (anggota organisasi) merasa bahwa :
a. Inovasi ditempatnya bekerja relevan dengan keperluannya.
b. Mereka memiliki kemampuan untuk memulai dan menerapkan inovasi.
c. Mereka mempunyai kewenangan untuk menggunakan inovasi.
Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka kombinasi antara tipe keputusan kolektif dan otoritas lebih tepat digunakan.




D. Proses Inovasi Dalam Organisasi
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai dari sadar atau tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat tentu terjadi prubahan. Beberapa lama waktu yang dipergunakan selama prose situ berlangsung akan berbeda antara orang atau organisasi satu dengan yang lain tergantung pada kepekaan orang atau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi atau berlangsung akan selalu terjadi prubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam mempelajari proses inovasi, para ahli menggunakan berbagai model untuk mengidentifikasi kegiatan apa saja yang dilakukan oleh individu ataupun organisasi selama proses itu berlangsung. Berikut contoh model proses inovasi yang berorientasi pada individual dan organisasi :
Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi Pada Individual
1. Lavidger & Stiener (1961) 2. Roger (1962)
Menyadari Menyadari
Mengetahui Menaruh Perhatian
Menyukai Menilai
Memilih Mencoba
Mempercayai Menerima (Adoption)
Membeli
2. Colley (1961) 4. Robertson (1971)
Belum menyadari Persepsi tentang masalah
Menyadari Menyadari
Memahami Memhami
Mempercayai Menyikapi
Mengambil tindakan Mengesahkan
Mencoba
Menerima (Adoption)
Disonasi
5. Rogers & Shoemaker (1971)
Pengetahuan
Persuasi (sikap)
Kebutuhan
Menerima menolak

Konfirmasi
6. Klonglan & Coward (1970)
Menyadari
Informasi
Evaluasi Menolak Simbolik
Menerima simbolik
Mencoba prcobaan ditolak
Percobaan diterima
Menggunakan

7. Zaltman & Brooker (1971)
Persepsi
Motivasi
Menyikapi
Ligitimasi
Mencoba
Evaluasi
Menolak Menerima

Resolusi


Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi Pada Organiasi

1. Milo (1971)
a. Konseptualisasi
b. Tentaif adopsi
c. Penerimaan Sumber
d. Implemntasi
e. Institusionalisasi
2. Shapes (1967)
a. Penemuan Ide
b. Adopsi
c. Implemntasi
3. Hage & Aiken (1970)
a. Evaluasi
b. Inisiasi
c. Implemntasi
d. Routinisasi
4. Wilson (1966)
a. Konsepsi perubahan
b. Pengusulan perubahan
c. Adopsi dan implementasi


5. Zeltman, Duncan & Holpbek (1973)
a. Tahap Permulaan (Inisiasi)
1) Langkah pengetahuan dan kesadaran
2) Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
3) Langkah keputusan
b. Tahap Implementasi
1) Langkah awal implementasi
2) Langkah kelanjutan pembinaan