Senin, 22 Desember 2008

Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat terselesaikan sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas “Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga”,
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul, guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Baturaja, 25 November 2008

P e n u l i s






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 2
BAB I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG................................................................................................ 3
BAB II. PEMBAHASAN MATERI
A. Arti dan Pentingnya Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga……………… 5
B. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama di Lingkungan KeluargaPendidikan Keluarga dalam Pandangan Islam……………………………………………….. 9
C. Pendidikan Keluarga dalam pandangan Islam…………………………………. 11
D. Peran Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Kepribadian Anak dalam Lingkungan Keluarga…………………………………………………………………………. 12
E. Upaya-upaya Orang Tua dalam Mendidik Anak……………………………….. 13
F. Kiat-kiat Praktis Mendidik Anak……………………………………………….. 14
G. Kendala atau Tantangan dalam Mendidik Anak……………………………….. 18
BAB III. PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 21







BAB I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pada kesempatan ini penulis mencoba membahas tentang pendidikan agama di lingkungan keluarga dengan mengacu dan berorientasi kepada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Luqman ayat 12 s/d 19.
Nasihat Luqman kepada anak-anaknya:
وَلَقَدْ اتَيْنَالُقْمنَ الحَكِْمَةَ اَنِاشْكُرِْللهِ وَمَنْ يَشْكُرْفَاِنَّمَايَشْكُرْلِنَفْسِه وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللهَ غَنِيٌ حَمِيْدٌ. (12). وَاِذْ قَالَ لُقْمنُ لاِبْنِه وَهُوَ يَعِظُه يبُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ. (13). وَوَصَّيْنَااْلاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ اُمُّه وَهْنًاعَلى وَهْنٍ وَّفِصلُه فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَ اِلَيَ اْلمَصِيْرُ. (14). وَاِنْ جَاهَدكَ عَلى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَالَيْسَ لَكَ بِه عِلمً فَلاَتُطِعْهُمَاوَصَاحِبْهُمَافِىالذُنْيَا مَعْرُوْفًاوَّتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِئُكُمْ بِمَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْن. (15). يبُنَيَّ اِنَّهَااِنْ تَكُ مِثْفَالَ حَبَةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِيْ صَخْرَةٍ اَوْ فِىالسَّموتِ اَوْفِى الاَرْضِ يَأْتِ بِهَااللهُ, اِنَّ اللهَ لَطِيْفٌخَبِيْرٌ. (16). يبُنَيَّ اَقِمِ الصَلوةَ وَأْمُرُ بِاْلمَعْرُفِ وَانْهَ عَنِ اْلمُنْكَرِ وَاضْبِرْ عَلى مَآاََصَبَكَ, اِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِاْلاُمُرٍ. (17). وَلاَتُصَعِر خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمْشِ فِىاْلاَرْضِ مَرَحًاو اِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ. (18). وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ اِنَّ اَنْكَرَ اْلاَصْوَاتِ لَصَوْتُ اْلحَمِيْرِ. (19).
Artinya:
“Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur; maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (12). Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya. Di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (13). Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah dan menyapihnya dalam dua tahun.

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (14) Dan jika keduanya untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu. Maka janganlah kamu mengikuti keduanya.
Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (15). Luqman (berkata): “Hai anakku sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (16). Hai Anakku dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (17). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (18). Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (19).PENDIDIKAN AGAMA DI LINGKUNGAN KELUARGA










BAB II. PEMBAHSAN MATERI
PENDIDIKAN AGAMA DI LINGKUNGAN KELUARGA
A. Arti dan Pentingnya Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga
1.Arti Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga
Pada prinsipnya pendidikan agama yang dilaksanakan di lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga itu sama saja, hanya sistem pendidikan dan pengajarannya yang berbeda, kalau di lingkungan sekolah menggunakan sistem pendidikan persekolahan yang segalanya serba formal, sedang di lingkungan masyarakat dan keluarga menggunakan sistem pendidikan yang ada di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pendidikan pada umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Hal ini berdasar pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang dapat terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja. Oleh karena itu proses belajar bagi seseorang itu menjadi life long process.1
Dengan dasar di atas, maka arti pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut:
Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan di mana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkatan keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.2
Selanjutnya Philips H. Combs, mengungkapkan bahwa:
Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem formil. baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.3

Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga maka akan penulis kemukakan pendapat; Drs. H. M. Arifin M.Ed sebagai berikut:
Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dalam uraian selanjutnya kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.4
Dengan memperhatikan serangkaian pendapat-pendapat tentang pendidikan luar sekolah dan pendidikan Agama Islam dapat ditarik kesimpulan tentang pendidikan Agama Islam di lingkungan keluarga sebagai berikut; interaksi yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga.
Dalam pelaksanaannya, maka proses pendidikan Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya.
Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.
Bimbingan yang dimaksud bisa dalam berbagai bentuk dan interaksi kehidupan sehari-hari antara anak dengan orang dewasa, hanya interaksi tersebut selalu dilandasi dengan interaksi edukatif ke arah pendidikan agama, bahkan kalau mungkin berusaha menciptakan suasana kehidupan beragama di lingkungan keluarga
Sekali lagi bahwa yang dimaksud dengan pendidikan agama Islam di lingkungan keluarga itu merupakan pemberian sejumlah pengetahuan keagamaan dengan berbagai teori keagamaan, akan lebih ditekankan pada praktek hidup sehari-hari di lingkungan keluarga itu dilandasi dengan ajaran agama, sehingga hasilnya pendidikan agama itu sendiri akan betul-betul melekat dalam pribadi anak.
2.Pentingnya Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga
Untuk memperoleh jawaban apakah penting pendidikan agama di lingkungan keluarga? Dan dalam hal apakah pentingnya pendidikan agama di lingkungan keluarga?
Untuk menjawabnya, maka akan penulis kutip pendapat Umar Hasyim berikut ini:
Sejak kecil anak-anak seharusnya telah menerima didikan agama. Sejak anak dalam kandungan, setelah lahir hingga dewasa, masih perlu kita bimbing. Dan menurut hasil penelitian ilmu pengetahuan modern mengatakan bahwa yang dominan membentuk jiwa manusia adalah lingkungan, dan lingkungan pertama yang dialami oleh sang anak adalah asuhan Ibu dan ayah.
Disinilah pula pentingnya mengapa mendidik anak dimulai sejak dini, karena perkembangan jiwa anak telah mulai sejak kecil, sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan arahnya.5
Dan pendapat Drs. Noor Syam, berikut ini :
Kelahiran dan kehadiran seorang anak dalam keluarga secara ilmiah memberikan adanya tanggung jawab dari pihak orang tua. Tanggung jawab ini didasarkan atas motivasi cinta kasih, yang pada hakekatnya juga dijiwai oleh tanggung jawab moral. Secara sadar orang tua mengemban kewajiban untuk memelihara dan membina anaknya sampai ia mampu berdikari sendiri (dewasa) baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun moral. Sedikitnya orang tua meletakan dasar-dasar untuk mandiri itu.6
Selanjutnya ia mengatakan bahwa :
Dorongan / motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.7
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Dalam kutipan selanjutnya, yaitu dari Drs. Noor Syam di sana ditekankan bahwa pentingnya pendidikan orang tua terhadap anak di lingkungan keluarga itu karena didorong oleh beberapa kewajiban, kewajiban moral, kewajiban sosial dan oleh dorongan cinta kasih dari seseorang terhadap keturunannya.
Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa mendatang, maka pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal itu merupakan sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua terhadap anak-anaknya, dalam menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.
Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya untuk mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.


B. Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga
Secara sepintas pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga ini telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral.
Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama. Sebagaimana firman Allah dalam surat At Tahrim, ayat enam sebagai berikut:
يَأيُّهَاالّذِيْنَ أمَنُوْا قُوْاأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًاوَّقُودُهَاالنَّاسُ وَاْلحِجَارَةُ عَلَيْهَامَلئِكَةٌ غِلاَ ذٌاشِدَادٌلاَّ يَعْصُوْنَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُنَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya Malaikat-Malaikat yang keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkannya.8
Juga surat An-Nisa, ayat 9 berikut ini:
وَيَخْسَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْامِنْ خَلْفِهِمْ دُرِّيَّةً ضِعَافًاخَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوْاللهَ وَاْليَقُوْلُوْاقَوْلاً شَدِيْدًا.
Artinya:
“Dan hendaklah mereka takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan mereka keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”9




Dan hadits Rasulullah saw, sebagai berikut :
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَجِسَّانِهِ.
Artinya:
“Dari Abu Huraerah radhiallahu anha, sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda: “Tiada seorang anak pun dilahirkan, melainkan dilahirkan dalam atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Hadits Riwayat Bukhory).10
Dari ayat-ayat di atas, yang diikuti oleh sabda Rasulullah saw, memberikan isyarat bahwa ibu dan bapak mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka baik dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar yang sedang dialaminya di lingkungan sekolah maupun dalam upaya memberikan kesiapan untuk menghadapi pendidikan di sekolah atau sebagai upaya sosialisasi terhadap anak-anak, sehingga masyarakat yang berguna dan mampu menyesuaikan diri.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu; mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.
Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang baik, akan tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas pendidik dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik. Dan menjinakan kecenderungan ke arah yang jahat.



Drs. H. M. Arifin, E. Ed. Mengatakan bahwa :
Suatu pengaruh pendidikan yang paling pundamental dan fungsional dalam pribadi, bilamana pengaruh tersebut ditanamkan dalam pribadi anak yang masih berada pada awal perkembangannya. Pengaruh tersebut akan menjadi benih utama yang dapat berpengaruh dalam perkembangannya lebih lanjut. Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk mengembangkan pribadinya dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai bakat dan kemampuan11
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:
1.Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2.Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3.Karena dorongan moral
4.Karena dorongan kewajiban agamis
Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung jawabnya dalam pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.
C. Pendidikan Keluarga dalam Pandangan Islam
Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam lingkungan rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamanati Allah SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.


Jadi, orang tua tidak seharusnya hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anak mereka kepada pihak lembaga pendidikan atau sekolah, akan tetapi mereka harus lebih memperhatikan pendidikan anak-anak mereka di lingkungan keluarga mereka, karena keluarga merupakan faktor yang utama di dalam proses pembetukan kepribadian sang anak. Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah yang mana beliau telah berhasil mendidik keluarga, anak-anak, serta para sahabatnya menjadi orang-orang yang sukses dunia-akhirat, walaupun beliau tidak pernah mengikuti jenjang pendidikan formal seperti lembaga-lembaga sekolah.
D. Peran Pendidikan Islam Dalam Pembentukan Kepribadian Anak dalam Lingkungan Keluarga
Pendidikan orang terhadap anak dalam lingkungan keluarga sangat penting, apalagi pada periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama). Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah, sebagaimana dikutip dalam Al-Hasan, Yusuf M. (2007), yang menyatakan bahwa periode ini merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periode ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa.
Salah satu dasar pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak adalah sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanya lah yang menjadikannya nasrani, yahudi atau majusi (HR. Bukhari). Berdasarkan Hadits ini, jelas sekali bahwa anak dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum terkena noda. Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apa pun. Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Ia akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diperoleh dari kedua orang tuanya dan juga lingkungan disekitarnya.

Namun sejalan dengan bertambahnya usia sang anak, kadang-kadang muncul persoalan baru. Ketika beranjak dewasa anak dapat menampakkan wajah manis dan santun, penuh berbakti kepada orang tua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakat di sekelilingnya, tapi di lain pihak dapat pula sebaliknya. Perilakunya kadang-kadang menjadi semakin tidak terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan, dan orang tua pun selalu cemas memikirkanya. Maka dalam hal ini, peranan orang tua sangat berpengaruh penting. Jadi, Pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak ini disebabkan oleh karena pendidikan yang diperoleh anak dari pengalaman sehari-hari dengan sadar pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis.
E. Upaya-upaya Orang Tua dalam Mendidik Anak
Memang usaha orang tua dalam upaya mendidik anak tidaklah semudah membalik tangan. Perlu kesabaran dan kreativitas yang tinggi dari pihak orang tua. Secara umum, dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para orangtua muslim dalam mendidik anak:
a). Orang tua perlu memahami tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan anak dan tujuannya.
b). Banyak menggali informasi tentang pendidikan anak.
c). Memahami kiat mendidik anak secara praktis. Dengan demikian setiap gejala dalam tahap-tahap pertumbuhan pertumbuhan anak dapat ditanggapi dengan cepat.
d). Sebelum mentransfer nilai, kedua orang tua harus melaksanakan lebih dulu dalam kehidupan sehari-hari. Karena di usia kecil, anak-anak cerdas cenderung meniru dan merekam segala perbuatan orang terdekat. Bersegera mengajarkan dan memotivasi anak untuk menghafal Al- Quran. Kegunaannya di samping sejak dini mengenalkan Yang Maha Kuasa pada anak, juga untuk mendasari jiwa dan akalnya sebelum mengenal pengetahuan yang lain.
e). Menjaga lingkungan si anak, harus menciptakan lingkungan yang sesuai dengan ajaran yang diberikan pada anak.
Akan tetapi, dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal sangat penting dan menentukan.
F. Kiat-kiat Praktis Mendidik Anak
Pendidikan anak akan berhasil bila diwujudkan dengan mengikuti langkah-langkah kongkrit dalam hal penanaman nilai-nilai Islam pada diri anak. Sehubungan dengan hal ini, Abdurrah-man An-Nahlawi mengemukakan tujuh kiat dalam mendidik anak, yaitu:
Dengan Hiwar (dialog)
Mendidik anak dengan hiwar (dialog) merupakan suatu keharusan bagi orang tua. Oleh karena itu kemampuan berdialog mutlak harus ada pada setiap orang tua. Dengan hiwar, akan terjadi komunikasi yang dinamis antara orang tua dengan anak, lebih mudah dipahami dan berkesan. Selain itu, orang tua sendiri akan tahu sejauh mana perkembangan pemikiran dan sikap anaknya.
Dalam mendidik umatnya, Rasulullah SAW sering menggunakan metode ini. Anak-anak sering menanyakan: apa betul Allah itu ahad, katanya Tuhan itu ada di mana-mana. Pada usia remaja atau dewasa, dialog dengan orang tua itu sangat diperlukan dalam menghadapi persoalan hidup yang semakin kompleks seiring dengan lingkungan anak yang semakin luas.
Dengan Kisah
Kisah memiliki fungsi yang sangat penting bagi perkembangan jiwa anak. Suatu kisah bisa menyentuh jiwa dan akan memotivasi anak untuk merubah sikapnya. Kalau kisah yang diceriterakan itu baik, maka kelak ia berusaha menjadi anak baik, dan sebaliknya bila kisah yang diceriterakan itu tidak baik, sikap dan perilakunya akan berubah seperti tokoh dalam kisah itu.
Banyak sekali kisah-kisah sejarah, baik kisah para nabi, sahabat atau orang-orang shalih, yang bisa dijadikan pelajaran dalam membentuk kepribadian anak. Contohnya, banyak anak-anak jadi malas, tidak mau berusaha dan mau terima beres. Karena kisah yang menarik baginya adalah kisah khayalan yang menampilkan pribadi malas tetapi selalu ditolong dan diberi kemudahan.
Dengan Perumpamaan
Al-Qur`an dan al-hadits banyak sekali mengemukakan perumpamaan. Jika Allah SWT dan Rasul-Nya mengungkapkan perumpamaan, secara tersirat berarti orang tua juga harus mendidik anak-anaknya dengan perumpamaan. Sebagai contoh, orang tua berkata pada anaknya, “Bagaimana pendapatmu bila ada seorang anak yang rajin shalat, giat belajar dan hormat pada kedua orang tuanya, apakah anak itu akan disukai oleh ayah dan ibunya?” Tentu si anak berkata, “Tentu, anak itu akan disukai oleh ibunya.”
Dari ungkapan seperti itu, orang tua bisa melanjutkan arahan terhadap anak-anaknya sampai sang anak betul-betul bisa menyadari, bahwa kalau mau disukai orang tuanya yang harus dilakukan sang anak adalah rajin shalat, giat belajar dan hormat pada keduanya. Begitu seterusnya dengan persoalan-persoalan lain.
Dengan Keteladanan
Orang tua merupakan pribadi yang sering ditiru anak-anaknya. Kalau perilaku orang tua baik, maka anaknya meniru hal-hal yang baik dan bila perilaku orang tuanya buruk, maka bisanya anaknya meniru hal-hal buruk pula. Dengan demikian, keteladanan yang baik merupakan salah satu kiat yang harus diterapkan dalam mendidik anak.
Kalau orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak shaleh, maka yang harus shalih duluan adalah orang tuanya. Sebab, dari keshalehan mereka, anak-anak akan meniru, dan meniru itu sendiri merupakan gharizah (naluri) dari setiap orang.

Dengan Latihan dan Pengamalan
Anak shalih bukan hanya anak yang berdoa untuk orang tuanya. Anak shalih adalah anak yang berusaha secara maksimal melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Untuk melaksanakan ajaran Islam, seorang anak harus dilatih sejak dini dalam praktik pelaksanaan ajaran Islam seperti shalat, puasa, berjilbab bagi yang puteri, dan sebagainya.
Tanpa latihan yang dibiasakan, seorang anak akan sulit mengamalkan ajaran Islam, meskipun ia telah memahaminya. Oleh karena itu seorang ibu harus menanamkan kebiasaan yang baik pada anak-anaknya dan melakukan kontrol agar sang anak disiplin dalam melaksanakan Islam.
Dengan ‘Ibrah dan Mauizhah
Dari kisah-kisah sejarah, para orang tua bisa mengambil pelajaran untuk anak-anaknya. Begitu pula dengan peristiwa aktual, bahkan dari kehidupan makhluk lain banyak sekali pelajaran yang bisa diambil.
Bila orang tua sudah berhasil mengambil pelajaran dari suatu kejadian untuk anak-anaknya, selanjutnya pada mereka di-berikan mau’izhah (nasihat) yang baik.
Misalnya dengan iman yang kuat, umat Islam yang sedikit, mampu mengalahkan orang kafir yang banyak di perang Badar. Sesuatu yang berat dan besar bisa dipindahkan, bila kita bekerjasama seperti semut-semut bergotong-royong membawa sesuatu, dan begitulah seterusnya.
Memberi nasihat itu tidak selalu harus dengan kata-kata. Melalui kejadian-kejadian tertentu yang menggugah hati, juga bisa menjadi nasihat, seperti menjenguk orang sakit, ta’ziyah pada orang yang mati, ziarah ke kubur, dan sebagainya.



Dengan Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji-janji menyenangkan bila seseorang melakukan kebaikan, sedang tarhib adalah ancaman mengerikan bagi orang yang melakukan keburukan. Banyak sekali ayat dan hadits yang mengungkapkan janji dan ancaman. Itu artinya orang tua juga mesti menerapkannya dalam pendidikan anak-anaknya.
Dalam Islam, targhib dan tarhib dikaitkan dengan persoalan akhirat, yaitu surga dan neraka. Sehingga, sikap yang lahir dari sang anak melalui metode ini lebih kokoh karena terkait dengan iman kepada Allah dan Hari Akhir. Metode ini dimaksudkan untuk menggugah dan mendidik manusia agar memiliki perasaan robbaniyah, seperti khauf (takut) pada Allah, khusyu’ (merendahkan diri) di hadapan Allah, mahabbah (cinta) kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Berdasarkan uraian di atas, jelas sekali bahwa proses pendidikan anak agar menjadi anak yang shalih, memerlukan perhatian serius dari masing-masing orang tua, terutama para ibu. Oleh karena itu, kedua orang tua harus bersepakat dalam merumuskan detail pengaplikasian konsep dan program pendidikan yang ingin mereka terapkan sesuai dengan garis-garis besar konsep keluarga Islami. Kesepakatan antara kedua orang tua dalam perumusan ini akan menciptakan keselarasan dalam pola hubungan antara mereka berdua dan antara mereka dengan anak-anak.
Keselarasan ini menjadi amat penting karena akan menghindarkan ketidakjelasan arah yang mesti diikuti oleh anak dalam proses pendidikannya. Jika ketidakjelasan arah itu terjadi, anak akan berusaha untuk memuaskan hati ayah dengan sesuatu yang kadang bertentangan dengan kehendak ibu atau sebaliknya. Anak akan memiliki dua tindakan yang berbeda dalam satu waktu. Hal itu dapat membuahkan ketidakstabilan mental, perasaan, dan tingkah laku sang anak.


Dalam mendidik anak, penghargaan dan hukuman kadang-kadang juga sangat diperlukan dalam mendidik anak. Penghargaan boleh saja diberikan pada anak jika mencapai suatu hasil atau prestasi yang baik. Fungsinya untuk mendidik dan memotivasi anak untuk dapat mengulangi kembali tingkah laku yang baik itu. Penghargaan yang diberikan kepada anak dapat berupa pujian, bingkisan, pengakuan atau perlakuan istimewa.
Sebaliknya, hukuman merupakan sangsi fisik atau psikis yang hanya boleh diberikan ketika anak melakukan kesalahan dengan sengaja. Rasulullah memerintahkan kepada orang tua memukul anaknya ketika telah berumur 10 tahun masih juga lalai shalat. Tentu saja dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Hukuman yang diberikan haruslah proporsional (sesuai) dengan kesalahan anak. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan besar kecilnya kesalahan, dan disesuaikan pula dengan kemampuan anak melaksanakan hukuman tersebut. Menghukum anak yang memecahkan gelas misalnya, harus berbeda dengan anak yang melailaikan shalat. Artinya, pelanggaran syar’i harus mendapat porsi hukuman khusus (lebih berat misalnya) dibandingkan kesalahan teknis yang tidak terlalu penting. Hikmah dari pendidikan melalui hukuman ini diantaranya adalah untuk melatih disiplin dan mengenalkan anak pada konsep balasan setiap amal perbuatan. Jika anak terlatih sejak kecil untuk berhati-hati dengan larangan dan sungguh-sungguh melaksanakan kewajiban, maka akan memudahkan baginya untuk berbuat seperti itu ketika ia dewasa. Tampaklah bahwa hukuman pun bermanfaat untuk melatih dan menanamkan rasa tanggungjawab dalam diri anak.
G. Kendala atau Tantangan dalam Mendidik Anak
Dalam mendidik anak setidaknya ada dua macam kendala atau tantangan: yakni tantangan yang bersifat internal dan yang bersifat eksternal. Sumber tantangan internal yang utama adalah orangtua itu sendiri, misalnya ketidakcakapan orangtua dalam mendidik anak atau ketidak harmonisan rumah tangga. Sunatullah telah menggariskan, bahwa pengembangan kepribadian anak haruslah berimbang antara fikriyah (pikiran), ruhiyah (ruh), dan jasadiyahnya (jasad). Tantangan eksternal mungkin bersumber dari lingkungan rumah tangga, misalnya interaksi dengan teman bermain dan kawan sebayanya. Di samping itu peranan media massa sangat pula berpengaruh dalam perkembangan tingkah laku atau kepribadian anak. Informasi yang disebarluaskan media massa baik cetak maupun elektronik memiliki daya tarik yang sangat kuat.
Kedua tantangan ini sangat mempengaruhi perkembangan tingkah laku atau kepribadian anak. Lingkungan yang tidak islami dapat melunturkan nilai-nilai islami yang telah ditanamkan di rumah. Jadi, jika orang tua tidak mengarahkan dan mengawasi dengan baik, maka si anak akan menyerap semua informasi yang ia dapat, tidak hanya yang baik bahkan yang merusak akhlak.
Meskipun banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak, orang tua tetap memegang peranan yang amat dominan. Dalam mendidik anak orang tua hendaknya berperan sesuai dengan fungsinya. Masing-masing saling mendukung dan membantu. Bila salah satu fungsi rusak, anak akan kehilangan identitas. Pembagian tugas dalam Islam sudah jelas, peran ayah tidak diabaikan, tapi peran ibu menjadi hal sangat penting dan menentukan.
Oleh karena itu, hanya ada satu cara agar anak menjadi permata hati dambaan setiap orang tua, yaitu melalui pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai Islam. Islam telah memberikan dasar-dasar konsep pendidikan dan pembinaan anak, bahkan sejak anak masih berada dalam kandungan. Jika anak sejak dini telah mendapatkan pendidikan Islam, Insya allah ia akan tumbuh menjadi insan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berbakti kepada orang tuanya.
Akan tetapi, upaya dalam mendidik atau membentuk tingkah laku atau kepribadian kepribadian anak dalam naungan Islam memang sering mengalami beberapa kendala. Perlu disadari disini, betapa pun beratnya kendala ini, namun hendaknya orang tua menghadapinya dengan sabar dan menjadikan kendala-kendala tersebut sebagai tantangan dan ujian.
BAB III. PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga itu penting sekali artinya dengan berorientasi kepada firman Allah SWT dalam surat Al Luqman ayat 12 s/d 19, sebab pendidikan di lingkungan keluarga itu adalah pendidikan pertama dan yang utama, bisa memberi warna dan corak kepribadian anak seandainya orang tua tidak menyempatkan diri untuk mendidik anak-anaknya di keluarga sehingga terabai begitu saja karena kesibukan orang tua. Maka hal ini akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap perkembangan dan pendidikan anak
Demikianlah makalah ini penulis akhiri mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca kritik dan saran yang membangun yang sangat diharapkan penulis dari semua pihak.












DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasan, Yusuf M. 2007. Pendidikan Anak Dalam Islam. Artikel diambil dari situs internet: http://wbumuadz.wordpress.com/2007/05/05/pendidikan-anak-dalam-islam/
Departemen Agama. 1985. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: proyek pengadaan kitab suci Al-Qur’an.
Hafidh A., Ahmad. 2008. Pendidikan dalam Keluarga (bagian keempat). Artikel diambil dari situs internet: http://www.al-shia.com/html/id/books/Pendidikan%20Anak/04.htm#_toc317183014
Hasbullah. 2001. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (cetakan kedua). Jakarta: PT. GrafindoPersada.
Hafidh A., Ahmad. 2008. Pendidikan dalam Keluarga. Artikel diambil dari situs internet: http://www.al-shia.com/html/id/books/Pendidikan%20Anak/04.htm#_toc317183014
Idris, Zahara. 1981. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarata: Angkasa Raya.
Kafrawi. 1979. Pola Bimbingan Masyarakat Islam. Jakarta: CV. Multi.
Majalah Al Hijrah, Centre for Islamic Dakwah & Education (CIDE), New South Wales, Australia. 2008. Islam & Pendidikan Anak. Artikel diambil dari situs internet: http:www.cidensw.net
Rainul, dkk. 1987. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan UT.
Risalah Al Jama’ah Team. 2007. Pendidikan Islam: Mengembangkan Seluruh Potensi Kemanusiaan. Diambil dari situs internet:http://www.jamaahmuslimin.com/risalah/114/intro.htm
Sismanto. 2008. Ruang Lingkup materi Pendidikan Islam. Artikel diambil dari situs internet: http://mkpd.wordpress.com

Tidak ada komentar: